Kedua, Jokowi juga tidak ingin mengunci peluang dukungan kepada satu figur saja. Sebab, dia paham bahwa elektabilitas seorang tokoh akan bergerak dinamis.
Apalagi, ada banyak nama yang digadang-gadang punya potensi besar untuk maju sebagai calon presiden.
Merujuk data berbagai survei, selain Ganjar, setidaknya ada dua figur yang punya elektabilitas tinggi, yakni Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
"Dan Pak Jokowi tentunya ingin memberikan dukungan kepada figur yang berpotensi besar menang agar melanjutkan program beliau, sehingga perlu dicermati dinamika politiknya," tutur Hanta.
Ketiga, menurut Hanta, pernyataan Jokowi yang tidak secara lugas menyatakan dukungan politiknya adalah untuk menjaga dinamika politik di tubuh PDI-P. Sebab, hingga kini PDI-P belum menentukan dukungannya.
"Jadi, Pak Jokowi masih melihat perkembangan dinamika politik jelang 2024, meski kemarin sedikit memberi sinyal di Rakernas Projo," kata dia.
Baca juga: Politisi PDI-P: Kalau Semua Sibuk Capres, yang Urus Rakyat Siapa?
Hanta pun menilai, bukan tidak mungkin Jokowi membentuk poros baru di Pilpres 2024, bahkan di luar PDI-P.
"Pak Jokowi memang berpotensi besar menjadi salah satu king maker di luar partai politik yang menentukan pada Pilpres 2024, di luar nama Bu Megawati, Pak Prabowo, Pak SBY, dan ada nama Pak Surya Paloh yang memegang tiket partai," kata Hanta.
Menurut Hanta, kekuatan Jokowi sebagai king maker terletak pada infrastruktur kekuasaan dan otoritas politiknya untuk mengumpulkan partai-partai politik.
Otoritas ini melekat pada diri Jokowi yang menjabat sebagai presiden dua periode dan hingga kini masih berkuasa.
Setidaknya, ada dua pertimbangan yang memungkinkan Jokowi menjadi king maker. Pertama, Jokowi berkepentingan mencari suksesornya agar bisa meneruskan program-program kerja yang telah ia rintis.
Baca juga: Jokowi dan Politik Basa-basi ke Ganjar Pranowo Jelang Pemilu 2024...
Untuk mencapai tujuan pertama, Jokowi bakal melihat peluang kemenangan dari setiap figur yang digadang-gadang menjadi capres. Oleh karenanya, peta elektabilitas menjadi pertimbangan besar.
"Dan Pak Jokowi juga bakal mampu mengumpulkan dukungan partai politik untuk mendukung figur yang diinginkan," ujar Hanta.
Kendati demikian, Hanta menilai, bukan tidak mungkin PDI-P dan Jokowi akan bersatu pada Pilpres 2024.
Jika Jokowi punya modal berupa otoritas untuk mengumpulkan infrastruktur kekuasaan melalui partai-partai politik, PDI-P memiliki kekuatan pada tahap kandidasi atau pencalonan.