KOMPAS.com – Di Indonesia, penyelesaian perkara pidana anak akan dilakukan dengan sistem peradilan pidana anak.
Sejumlah peraturan mengenai anak yang berhadapan dengan hukum pun telah dibuat pemerintah. Salah satunya, yaitu UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Substansi yang paling mendasar dalam peraturan perundang-undangan ini adalah pengaturan secara tegas mengenai keadilan restoratif dan diversi yang bertujuan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan.
Dengan begitu, stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dapat dihindari dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar.
Baca juga: Macam-macam Pengadilan di Indonesia
Sistem peradilan pidana anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif.
Keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
Salah satu cara untuk mencapai keadilan tersebut adalah diversi. Secara umum, diversi merupakan kewenangan penegak hukum untuk mengambil tindakan kebijaksanaan dalam menangani atau menyelesaikan masalah pelanggar anak dengan tidak mengambil jalan formal.
Menurut UU Nomor 11 Tahun 2012, diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Dalam undang-undang, anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Diversi dapat dilaksanakan jika tindak pidana yang dilakukan:
Baca juga: Pengadilan Khusus di Indonesia
Penerapan diversi dimaksudkan untuk mengurangi dampak negatif dari keterlibatan anak dalam proses peradilan pidana.
Tujuan diversi dalam peradilan pidana anak menurut undang-undang, yaitu:
Referensi:
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.