JAKARTA, KOMPAS.com - Kakak kandung Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin yaitu Iskandar Perangin-angin disebut ikut proses tender proyek infrastruktur di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat.
Hal itu terungkap dari kesaksian Marcos Surya Abdi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (23/5/2022).
Marcos dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Muara Perangin-angin yang diduga memberi suap untuk Terbit karena dua perusahaannya telah menjadi pemenang tender proyek.
“Perusahaan yang disiapkan (jadi pemenang proyek) milik siapa?,” tanya jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Saksi Sebut Kakak Bupati Langkat Sewa Perusahaan agar Dapat Tender Proyek
“Punya Pak Iskandar, ada yang milik orang lain,” jawab Marcos.
Lantas jaksa menggali apa pekerjaan Iskandar selain menjadi kepala desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat.
“Dia seorang pengusaha. Usaha dagang. Punya kilang jagung,” ungkap Marcos.
Ia menuturkan Iskandar tak punya perusahaan konstruksi, namun menyewa perusahaan lain untuk mendapatkan tender proyek.
“Dengan cara diberi fee?,” cecar jaksa.
“Iya Pak,” ucap Marcos.
Namun ia tak merinci berapa jumlah fee yang diberikan Iskandar pada perusahaan-perusahaan yang disewanya.
Tapi Marcos mengeklaim Iskandar menyewa setidaknya 10 perusahaan untuk mengikuti proses tender di beberapa dinas Pemkab Langkat.
“Ada (ikut tender) di Dinas PUPR dan Perkim lalu Dinas Pendidikan pada tahun 2021,” paparnya.
Diketahui Iskandar, Marcos, Isfi Syahfitra dan Shuhanda Citra adalah orang kepercayaan Terbit untuk mengatur pemenangan tender proyek di Kabupaten Langkat.
Keempatnya lantas membentuk Grup Kuala yang berisi perusahaan-perusahaan yang mau dibantu untuk menjadi pemenang tender.
Baca juga: JPU Pertanyakan Peran Kakak Bupati Langkat: Kepala Desa Bisa Atur Kadis hingga Ganti Pejabat
Jaksa menduga berbagai perusahaan itu mesti membayar commitment fee pada Terbit senilai 15 hingga 16,5 persen dari nilai proyek.
Salah satu yang terseret adalah Muara. Ia diduga memberi Rp 572.000.000 sebagai upeti karena dua perusahaannya menjadi pemenang tender di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat.
Muara lantas didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dalam Pasal 20 Tahun 2001.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.