Penjelasan mendasar tentang munculnya tujuan bernegara ini menjadi pengingat, khususnya bagi para penyelenggara negara, bahwa rumusan tujuan bernegara didasari atas kesadaran kolektif tentang kemerdekaan Indonesia. Karena Kemerdekaan memberi konsekuensi untuk mewujudkan tujuan bernegara.
Jauh sebelum proklamasi kemerdekaan, sejumlah peristiwa penting menjadi latar yang tidak bisa dilepaskan dari proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 seperti organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, serta sejumlah gerakan rakyat lainnya, menjadi embrio kemerdekaan RI.
Para pemuda tersebut disatukan pada kesamaan perasaan, nasib sepenanggungan dan cita-cita.
Dalam sudut pandang asal mula negara, keberadaan entitas gerakan yang muncul sebelum kemerdekaan menjadi salah satu unsur penting lahirnya negara Indonesia.
Mereka inilah yang menjadi entitas yang disebut sebagai rakyat yang merupakan salah satu syarat mutlak (konstitutif) atas lahirnya sebuah negara.
Tujuan bernegara memiliki korelasi yang kuat dengan fungsi negara. Untuk mencapai tujuan bernegara maka diperlukan untuk memfungsikan negara.
Dalam khazanah para pemikir kenegaraan, fungsi negara yang paling populer di antaranya yang berasal dari pikiran Montesquieu (1689-1755) dengan trias politica-nya yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Secara kategoris, ketiga fungsi tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan bernegara.
Pertama, fungsi eksekutif memiliki kewenangan untuk melaksanakan kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan (bestuur).
Penyelenggara administrasi negara ini memiliki tugas melaksanakan undang-undang.
Kedua, negara memiliki fungsi legislatif. Fungsi ini memiliki kewenangan pembentukan undang-undang (UU) yang dilakukan oleh badan pembentuk undang-undang (law maker).
Serta ketiga, fungsi mengadili (rechtsprak). Fungsi negara di bidang yudisial ini untuk mengadili pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
Ketiga fungsi negara tersebut dimanifestasikan secara seutuhnya untuk mewujudkan tujuan bernegara.
Ketiga fungsi tersebut terpisah tidak hanya dibedakan satu dengan lainnya, namun juga dipisahkan.
Karena, jika ketiga fungsi (kekuasaan) tersebut menjadi satu, maka akan memusnahkan kemerdekaan rakyat. (van Apeldoorn, 1980).