KOMPAS.com – Dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum, polisi memiliki kewenangan untuk melakukan penangkapan.
Tindakan ini merupakan bagian dari upaya paksa yang boleh dilakukan polisi demi penyelesaian kasus yang sedang ditangani.
Meski begitu, penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang. Penangkapan ditujukan kepada mereka yang betu-betul melakukan tindak pidana.
Menurut Pasal 17 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Bukti permulaan yang cukup yang dimaksud adalah minimal dua alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP, yakni:
Lalu, bagaimana dengan penangkapan anak dan perempuan?
Baca juga: Detik-Detik Penangkapan Penculik 10 Anak: Pelaku Sempat Coba Tabrak Polisi
Penangkapan adalah tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka untuk kepentingan penyidikan. Penangkapan dapat dilakukan jika telah terdapat bukti yang cukup.
Terdapat prosedur khusus yang diterapkan kepada anak dan perempuan yang ditangkap.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
Dalam peraturan tersebut, polisi yang melakukan penangkapan wajib untuk menghormati status hukum anak yang melakukan tindak pidana dan memberitahu orang tua atau wali anak yang ditangkap segera setelah penangkapan.
Selain itu, terdapat hak tambahan bagi anak yang ditangkap, yakni:
Baca juga: Bermula dari Penangkapan 29 Orang yang SOTR, Polisi Ringkus 4 Pengedar Narkoba
Pemberian perlakuan khusus juga diberlakukan dalam penangkapan perempuan. Perlakuan khusus yang diberikan kepada perempuan yang ditangkap, yaitu:
Referensi: