Ke dua sosok ini pantas ditabalkan sebagai public relations officer tingkat “dewa”.
Bukan lagi sekelas juru bicara “unyu-unyu”, tetapi berhasil mentransformasikan image dan spirit institusi ke dalam benak audience.
Pembicara yang baik adalah ketika taklimat yang disampaikan berhasil diterima publik, dicerna dan berhasil mengubah mindset pendengarnya. Dan Achmad Yurianto serta Purwo Sutopo Nugroho berhasil dengan hal tersebut.
Di era seperti sekarang ini, dinamika yang terjadi di publik begitu besar dan semakin berkembang.
Belum lagi tuntutan, keinginan dan harapan masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan informasi semakin kritis dan cepat.
Demikian juga setiap perubahan yang terjadi di masyarakat begitu cepat, dan hal ini juga ditunjang oleh perkembangan teknologi komunikasi yang semakin mutakhir.
Terlebih lagi setelah munculnya internet dan fenomena menjamurnya media online dan penetrasi media sosial.
Secara konsepsi, public relations adalah salah satu sub bidang ilmu komunikasi. Sedangkan secara praktis komunikasi adalah penyangga utama kegiatan public relations.
Konsep lainnya dari public relations adalah sebagai “jembatan” antara institusi dengan publiknya, terutama tercapainya kesepahaman timbal balik antara institusi dengan publiknya.
Fungsi hubungan masyarakat dalam arti sempit atau public relations dalam arti luas akan sangat terasa ketika institusi berupaya mengembangkan usaha dan menghindari situasi yang kurang kondusif dengan lingkungan.
Dalam hal ini, Achmad Yurianto dan Purwo Sutopo Nugroho berhasil “membumikan” pesan-pesan yang secara naratif berbobot kampanye atau instruksional, namun diterima masyarakat sebagai sesuatu ajakan dan pola sikap yang harus dijalankan.
Keberhasilan Achmad Yurianto dan Purwo Sutopo Nugroho sebagai komunikator yang mumpuni di saat krisis dan kegentingan situasi nasional, semakin menguatkan akan paradigma kesuksesan penyampaian pesan lebih ditekankan kepada penguatan dasar-dasar komunikasi ketimbang penampilan dan paras wajah.
Harus diakui, di beberapa institusi bahkan di lingkungan lembaga dan kementerian malah menonjolkan pertimbangan keelokkan rupa dalam memilih juru bicara atau humas ketimbang kemampuan yang mumpuni di bidang komunikasi.
Cantik atau ganteng memang tidak salah, yang tidak tepat adalah tidak memberikan kesempatan kepada juru bicara atau humas yang begitu menguasai bidangnya.
Padahal untuk menjadi juru bicara atau humas serta public relations dalam arti luas, dibutuhkan kemampuan berkomunikasi (ability to communicate).
Tidak hanya dalam bentuk tulisan, seorang juru bicara juga harus piawai berkomunikasi dalam bentuk lisan.
Pekerja media yang ingin mengetahui perkembangan terkini dari Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19, begitu mudah mencerna penyampaian lisan dan tulisan dari Achmad Yurianto/
Demikian juga mendapat keterangan dari Purwo Sutopo begitu mudah dipahami.