JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan alasan kenapa eks Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Hasanuddin Ibrahim sempat tidak ditahan meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka 6 tahun silam.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan kasus ini sempat tidak jalan selama tiga tahun.
"Begini, ini kasus surat perintah penyidikannya tahun 2016. Kasus itu sudah tak berjalan selama 3 tahun. Nah ini jadi komitmen kami," ujar Karyoto kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (20/5/2022).
Baca juga: KPK Sita Sejumlah Dokumen dari Istri Eks Dirjen Kemendagri Terkait Kasus Suap PEN
Karyoto menjelaskan, semua satgas penyidikan di KPK pasti memiliki 'utang' masing-masing, termasuk kasus dugaan korupsi pengadaan pupuk oleh Hasanuddin Ibrahim yang tak kunjung dituntaskan.
"Carry over, baik di tahun 2022, 2021 maupun 2020. Dan ini contoh carry over di tahun 2016. Saya tidak mencari kesalahan siapa, tapi yang jelas perkara ini harus dituntaskan," tuturnya.
Lebih lanjut, Karyoto menekankan dirinya tidak akan mencari kesalahan para penyidik KPK.
Dia memaklumi anggota KPK yang pasti memiliki banyak pekerjaan sehingga sibuk.
"Karena kasus OTT tidak diagendakan. Perkara OTT ini tidak diagendakan, tidak muncul tiba-tiba. Karena ada informasi masyarakat yang layak, ya ditindaklanjuti," imbuh Karyoto.
Baca juga: KPK Periksa 19 Saksi Terkait Kasus Suap Wali Kota Ambon
Sebelumnya, KPK menjelaskan konstruksi perkara yang menjerat eks Dirjen Hortikultura Kementan Hasanuddin Ibrahim (HI) di kasus dugaan korupsi pengadaan pupuk hayati untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada Kementan Tahun Anggaran 2013.
Hasanuddin Ibrahim sejatinya sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 6 tahun silam. Namun, KPK baru menahan Hasanuddin sore tadi.
"Ini merupakan komitmen nyata KPK untuk menyelesaikan setiap tunggakan perkara agar penegakan hukum tindak pidana korupsi dilaksanakan secara tuntas dan para pihak terkait segera mendapatkan kepastian hukum," ujar Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (20/5/2022).
Karyoto membeberkan, ada tiga orang yang ditetapkan tersangka di kasus ini. Mereka adalah Hasanuddin Ibrahim, PPK di Ditjen Hortikultura Kementan Eko Mardiyanto, dan Dirut PT Hidayah Nur Wahana (HNW) Sutrisno.
Baca juga: Eks Dirjen Kementan Ditahan KPK Setelah 6 Tahun Berstatus Tersangka, Ini Konstruksi Perkaranya...
Untuk Eko Mardiyanto dan Sutrisno, perkara mereka sudah lebih dulu berkekuatan hukum tetap.
Karyoto mengungkapkan, pada tahun 2012, Eko Mardiyanto mengadakan rapat pembahasan bersama Hasanuddin Ibrahim yang saat itu masih menjabat Dirjen Hortikultura Kementan sekaligus KPA (Kuasa Pengguna Anggaran).
Di antaranya terkait anggaran dan pelaksanaan proyek lelang pengadaan fasilitas sarana budidaya mendukung pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan TA 2013.
Dalam rapat itu, diduga Hasanuddin Ibrahim memerintahkan untuk mengarahkan dan mengkondisikan penggunaan pupuk merk Rhizagold dan memenangkan PT HNW sebagai distributornya.
Selama proses pengadaan berjalan, diduga Hasanuddin Ibrahim aktif memantau proses pelaksanaan lelang, di antaranya dengan memerintahkan Eko Mardiyanto untuk tidak menandatangani kontrak sampai dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN-P TA 2012 turun.
Baca juga: Akui Tak Tahu di Mana Harun Masiku, KPK Minta Warga Bantu Cari: Tapi Biaya Sendiri
Selain itu, Hasanuddin Ibrahim diduga memerintahkan beberapa stafnya untuk mengubah nilai anggaran pengadaan dari semula 50 ton dengan nilai Rp 3,5 miliar menjadi 255 ton dengan nilai Rp 18,6 miliar.
"Di mana perubahan nilai tersebut tanpa didukung data kebutuhan riil dari lapangan berupa permintaan dari daerah," kata Karyoto.
Bahkan, Hasanuddin Ibrahim melibatkan adiknya, Ahmad Nasser Ibrahim, yang merupakan karyawan freelance di PT HNW untuk aktif menyiapkan kelengkapan dokumen sebagai formalitas kelengkapan lelang.
Selanjutnya, setelah pagu anggaran pengadaan disetujui senilai Rp 18,6 miliar, proses lelang yang sebelumnya sudah dikondisikan sejak awal oleh Hasanuddin Ibrahim kemudian memenangkan PT HNW sebagai pemenang lelang.
Baca juga: KPK Limpahkan Berkas Perkara Dugaan Korupsi Mantan Wali Kota Banjar ke Tipikor Bandung
"Atas perintah HI, Eko Mardiyanto selaku PPK menandatangani berita acara serah terima pekerjaan 100 persen untuk syarat pembayaran lunas ke PT HNW, di mana faktanya progres pekerjaan belum mencapai 100 persen," kata dia.
Atas perbuatannya itu, Hasanuddin Ibrahim diduga merugikan negara sekitar Rp 12,9 miliar dari nilai proyek Rp 18,6 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.