JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Polri segera memberhentikan Napoleon Bonaparte agar anggotanya tak terlibat lagi dalam kasus korupsi.
Saat ini Napoleon berstatus sebagai terpidana kasus korupsi penerimaan suap terkait red notice terpidana cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.
“Hal ini penting segera dilakukan oleh Polri sebagai salah satu bentuk hukuman administrasi pada saudara Napoleon Bonaparte,” kata Kurnia pada Kompas.com, Jumat (20/5/2022).
“Sekaligus untuk memberikan pesan kepada anggota Polri lain agar tidak lagi melakukan praktik lancung tersebut,” sambungnya.
Kurnia memaparkan, Napoleon mestinya telah dicopot, sebab putusan pengadilan padanya telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht sejak 3 November 2021.
Baca juga: Tak Kunjung Berhentikan Irjen Napoleon, Polri Dianggap Permisif pada Anggotanya yang Korupsi
“Maka seharusnya yang bersangkutan harus segera diberhentikan tidak dengan hormat,” tutur dia.
Hal itu, lanjut Kurnia, sesuai dengan Pasal 12 Ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Republik Indonesia.
Jika langkah tersebut tak kunjung dilakukan, Kurnia menilai Polri dapat dikatakan mentolerir tindakan korupsi yang dilakukan anggotanya.
Kurnia mengungkapkan komitmen Polri tentang pemberantasan korupsi pun patut dipertanyakan.
“Ini tentu tidak sejalan atau bahkan bertolak belakang dengan komitmen anti korupsi yang kerap kali digadang-gadang oleh Kapolri (Jenderal) Listyo Sigit Prabowo,” imbuhnya.
Desakan pemberhentian Napoleon sebelumnya juga disampaikan Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM).
Peneliti UGM Zaenur Rohman menyatakan status Napoleon saat ini justru akan membawa kerugian untuk Polri.
Baca juga: Status Irjen Napoleon Sebagai Polisi Aktif Dipertanyakan, Ini Kata Polri
Pasalnya masyarakat dapat menilai bahwa Polri melindungi anggotanya yang melakukan tindak pidana tertentu, menunjukan tak adanya spirit anti korupsi, serta merusak nilai-nilai internal di institusi kepolisian.
Zaenur menuturkan berbagai pandangan itu dapat berimbas pada menurunnya tingkat kepercayaan publik pada Polri.
Diketahui Napoleon telah divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Ia dinyatakan bersalah karena telah menerima suap senilai 370.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi.
Napoleon sempat mengajukan banding dan kasasi, namun kedua upaya hukumnya ditolak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.