JAKARTA, KOMPAS.com - Status Irjen Napoleon Bonaparte sebagai perwira aktif Polri dipertanyakan.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai janggal jika Napoleon masih berstatus perwira aktif Polri padahal ia telah diputus bersalah terkait kasus korupsi penerimaan suap penghapusan red notice terpidana korupsi cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.
“Menjadi tanda tanya kalau misalnya NB seorang terpidana kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra dan sudah berkekuatan hukum tetap tapi belum diberhentikan,” kata Zaenur pada Kompas.com, Jumat (20/5/2022).
Baca juga: Kesaksian M Kece Ketika Dianiaya Napoleon Bonaparte: Ditampar dan Ditonjok
Menurut dia, mestinya anggota Polri diberhentikan ketika dipidana dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
Hal itu tertuang dalam Pasal 12 Ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Republik Indonesia.
“Tentu seorang terpidana kasus korupsi tidak dapat dipertahankan ya untuk berada didalam kepolisian. Sangat tidak layak,” kata dia.
Zaenur menyebut, tidak diberhentikannya Napoleon akan membawa kerugian besar untuk institusi Polri.
Pertama, publik melihat bahwa Polri melindungi anggotanya yang melakukan tindak pidana.
“Kedua, tentu memperlihatkan tidak adanya spirit pemberantasan korupsi, tidak menunjukkan institusi anti-korupsi,” kata dia.
Kedua, dikhawatirkan akan merusak nilai-nilai di internal Polri, misalnya mengganggu hubungan kerja, kewenangan-kewenangannya, hingga hak dan kewajibannya.
“Misalnya mengganggu hubungan kerja, kewenangan-kewenangan, dan hak-hak yang dimiliki. Juga sangat mungkin muncul abuse of power,” ucap dia.
Baca juga: Napoleon Bonaparte Janji Tak Lakukan Intimidasi pada M Kece Saat Dihadirkan di Pengadilan
Ketiga, jika Polri tak segera menggelar sidang kode etik pada Napoleon, Zaenur khawatir akan menjadi contoh buruk untuk anggota kepolisian yang lain.
Seakan-akan, kata dia, Polri memberi toleransi kepada anggotanya yang melakukan tindak pidana korupsi.
Adapun Napoleon dinyatakan bersalah karena menerima suap terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Ia dinilai terbukti menerima uang senilai 370.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi.
Napoleon lantas divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Ia kemudian mengajukan banding, tetapi Pengadilan Tinggi Jakarta justru menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta.
Baca juga: Napoleon Bonaparte Klaim Tindakannya pada Kece untuk Meredam Emosi Tahanan Lain
Napoleon pun melanjutkan upaya hukumnya ke tingkat kasasi. Namun, upaya hukumnya itu ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).
Kini, Napoleon juga berstatus sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari Djoko Tjandra.
Ia pun berstatus terdakwa dan sedang menjalani sidang kasus dugaan penganiayaan terhadap M Kece di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.