JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia tercatat sudah 12 kali menggelar pemilihan umum (pemilu).
Menggelar pemilihan umum adalah mekanisme yang dilakukan untuk melakukan pergantian atau suksesi pemerintahan di legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah) serta eksekutif (presiden dan wakil presiden).
Mekanisme pemilu dilakukan oleh negara yang menganut demokrasi. Hal itu menjadi perwujudan partisipasi masyarakat melalui pemungutan suara untuk menentukan siapa yang akan duduk di pemerintahan.
Berikut ini akan dipaparkan jumlah partai politik peserta pemilu di Indonesia dari masa ke masa.
Sejak proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia baru bisa menggelar pemilu yang pertama pada 1955. Hal itu disebabkan oleh belum adanya undang-undang dasar, serta gejolak dalam keamanan karena masih menghadapi Belanda yang melakukan dua kali aksi agresi militer.
Pemilu 1955 diikuti oleh lebih 30-an partai politik dengan beragam ideologi dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perseorangan.
Partai politik yang mengikuti Pemilu 1955 antara lain Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, Partai Sosialis Indonesia (PSI), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Partai Rakyat Nasional (PRN), Partai Buruh, Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS), Partai Rakyat Indonesia (PRI), Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki), Persatuan Indoenesia Raya (PIR) Wongsonegoro, Grinda, Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai), Persatuan Daya (PD), PIR Hazairin, Partai Politik Tarikat Islam (PPTI), Angkatan Kemenangan Umat Islam (AKUI), Persatuan Rakyat Desa (PRD), Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM), Angkatan Comunis Muda (Acoma), dan lainnya.
Baca juga: Sejarah Penghitungan Pemilu di Indonesia
Pemilihan umum 1971 dilakukan setelah Presiden Soekarno dan rezim pemerintahan Orde Lama berakhir karena mandatnya dicabut oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada 11 Oktober 1967.
Pemerintahan Soekarni lantas digantikan oleh Presiden Soeharto. Sejak saat itu masa pemerintahan rezim Orde Baru dimulai.
Pemilu itu berlangsung pada Pemilu 5 Juli 1971 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Baca juga: Ingatkan KPU-Bawaslu Harus Bersih, Firli: Jangan Sampai Terlibat Korupsi Pemilu 2024
Ada 10 partai politik dan 1 organisasi masyarakat yang menjadi peserta Pemilu 1971. Mereka adalah NU, Parmusi, PSII, PERTI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, PNI, serta Golkar.
Dalam pemilu 1971 Golkar dinyatakan sebagai pemilik suara mayoritas diikuti NU, PNI, dan Parmusi. Pemilu ini kemudian diikuti oleh Sidang Umum MPR pada bulan Maret tahun 1973 yang melantik Soeharto dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Pemilu ketiga berlangsung pada 2 Mei 1977. Pemungutan suara dilaksanakan serentak.
Pada pemilu 1971 diikuti dua partai yang merupakan hasil fusi atau peleburan partai politik dan satu ormas, yaitu:
Dalam pemilu ini Golkar menjadi pemenang dengan jumlah suara mayoritas disusul PPP dan PDI. Pemilu ini kemudian diikuti oleh Sidang Umum MPR yang melantik kembali Soeharto yang didampingi H. Adam Malik Batubara menjadi Presiden dan Wakil Presiden.