Pihak kuasa hukum yang datang ke Polres Mukomuko esoknya untuk bertemu anggota PPPBS yang ditangkap disebut dihalang-halangi oleh aparat.
Kini, 40 petani itu berstatus tersangka pencurian.
Selesaikan konflik agraria bukan dengan pidana
Sejumlah lembaga sipil mengecam kriminalisasi tersebut.
Selain bersepakat bahwa penangkapan sewenang dan dugaan pemukulan tersebut merupakan pelanggaran HAM oleh kepolisian, mereka juga sependapat bahwa negara seharusnya tidak menggunakan pendekatan keamanan dalam kasus sengketa lahan.
Manajer Kajian Hukum dan Kebijakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Satrio Manggala, menilai kasus ini cerminan bahwa tidak ada keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan konflik agraria.
Baca juga: Kecam Pemidanaan 40 Petani di Bengkulu, PP Muhammadiyah: Oligarki Mencengkeram Pemerintah
"Negara terus-menerus menggunakan pendekatan keamanan daripada penyelesaian konflik," kata Satrio dalam jumpa pers bersama sejumlah lembaga sipil, Selasa (17/5/2022).
Catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sepanjang 2021, sedikitnya 207 konflik agraria dilaporkan terjadi di berbagai penjuru negeri.
Dari jumlah itu, konflik agraria paling banyak terjadi di sektor perkebunan, yakni 74 kasus.
Lebih rinci lagi, 59 kasus atau 80 persen kasus tersebut terjadi di sektor perkebunan sawit dengan luas mencapai 255.006 hektare.
Baca juga: 40 Petani Ditangkap, Gubernur Bengkulu: PT DDP Siap Serahkan 900 Hektar Tanah ke Petani
"Konflik kepemilikan lahan harus diselesaikan terlebih dulu. Beberapa putusan yang telah jadi yurisprudensi, tidak boleh seseorang ditahan terkait sengketa kepemilikan," kata Satrio.
"Bagaimana jika ke depan, 40 petani tersebut berhak atas pengelolaan tanah di sana, siapa yang bertanggung jawab jika mereka sudah jadi korban hari ini?" lanjutnya.
Manajer Advokasi Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (eLSAM) Busyrol Fuad menyinggung adanya paradoks dalam pemerintahan saat ini dalam hal kebijakan agraria.
"Di satu sisi pemerintah sangat getol, bahkan menggaungkan pencapaian agenda reforma agrarian misalnya bagi-bagi sertifikat tanah gratis," kata Fuad dalam kesempatan yang sama.
"Tapi, di sisi lain, ada pembiaran perampasan tanah warga setempat, untuk kepentingan-kepentingan pembangunan, kepentingan-kepentingan ekstraksi sumber daya alam," jelasnya.
Baca juga: Busyro Muqoddas Siap Jamin Pembebasan 40 Petani yang Ditangkap Polisi di Bengkulu
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.