JAKARTA, KOMPAS.com – Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengkaji kerugian perekonomian negara terkait kasus tindak pidana korupsi pemberian izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng, periode 2021-2022.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung Supardi mengatakan, mengenai angka kerugian pereknomian negara tersebut masih diproses oleh tim ahli di bidang ekonomi.
“Belum kita masih koordinasi dengan ahli, diskusi dengan ahli. Itu nantilah ya, ahli juga masih belum selesai,” kata Supardi di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Selasa (17/5/2022) malam.
Baca juga: Lin Che Wei Diduga Berperan seperti Makelar dalam Kasus Izin Ekspor CPO
Supardi mengatakan, pendalaman terkait taksiran dampak ekonomi dari tindak pidana tersebut masih didalami.
Sebab, menurut Supardi, untuk menghitung kerugian keuangan perekonomian negara, diperlukan perhitungan tersendiri dari para ahli ekonomi.
“Kalau economy impact itu kan harus ahlinya, ada hitung-hitungan. Misal nanti dampaknya, kan hitung juga misalnya seluruh akibat dampaknya ke siapa saja kan dihitung,” ujar dia.
Supardi juga mengatakan, banyak faktor yang akan dihitung dalam proses mencari tahu dampak ekonomi dari kasus korupsi itu.
Apalagi, menurut dia, akibat dari korupsi izin ekspor itu, masyarakat juga terdampak kelangkaan minyak goreng.
“Intinya masyarakat akibat kelangkaan minyak itu kan kerepotan. Nanti dihitung seperti apa, nanti kalkulasi ekonominya seperti apa secara makro,” ucap dia.
Baca juga: Jadi Tersangka Baru Kasus Ekspor CPO Minyak Goreng, Ini Profil Lin Che Wei
Dalam perkara korupsi izin ekspor CPO, Kejagung telah menetapkan lima tersangka.
Salah satu tersangka yang ditetapkan yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indrasari Wisnu Wardhana (IWW) pada 19 April 2022.
Bersamaan dengan Indrasari, Kejagung juga menangkap tiga orang dari unsur pengusaha, yakni Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group Stanley MA (SMA), Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor (MPT), dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas Picare Togar Sitanggang (PTS).
Para tersangka diduga melanggar hukum dan menyalahi aturan soal penerapan kewajiban domestic market obligation (DMO).
Baca juga: Imbas Larangan Ekspor CPO, 2 Pabrik Bengkulu Sempat Tolak Buah Sawit Petani
Dalam Kepmendag Nomor 129 Tahun 2022, ada syarat kewajiban domestic market obligation (DMO) sebesar 20 persen bagi perusahaan yang ingin melakukan kegiatan ekspor.
Kemudian, angka itu ditingkatkan menjadi 30 persen melalui Kepmendag Nomor 170 Tahun 2022.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.