JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay masa kampanye Pemilu 2024 hasil kesepahaman di dalam konsinyering antara KPU, DPR dan pemerintah terlampau singkat.
Untuk diketahui, berdasarkan hasil konsinyering, disepakati masa kampanye selama 75 hari. Lama masa kampanye tersebut lebih singkat dari usulan KPU yakni selama 90 hari.
Hadar yang juga mantan komisioner KPU itu mengatakan, penyelenggaraan pemilu di Indonesia, baik dari segi wilayah maupun peserta pemilu sangat besar.
"Sistem pemilu kita adalah sistem proporsional dengan daftar calon terbuka dan dapil (daerah pemilihan) yang multi-member seat yang bermagnitudo besar, sampai 12 seat. Jadi calon yang perlu dikenali sangat banyak," ujar Hadar kepada Kompas.com, Selasa (17/5/2022).
Baca juga: Kepala Desa Dinilai Tak Boleh Berpolitik Praktis di Luar Masa Kampanye
Di sisi lain, ia juga menyampaikan, logistik yang diperlukan pada penyelenggaraan pemilu di Indonesia pun sangat banyak. Di sisi lain, proses distribusi logisitik juga rumit.
"Pemilu yang besar cenderung banyak sengketa yang juga membutuhkan banyak waktu untuk memproses dengan penegakan hukum yang adil," ucap Hadar.
Adapun Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati menilai, masa kampanye Pemilu 2024 baiknya tak terlampau panjang.
Hal itu berkaca pada Pemilu 2019 lalu di mana masa kampanye mencapai hampir tujuh bulan.
Namun demikian, bila memang singkat, penyelenggara pemilu juga perlu memastikan pemilih bisa mendapatkan informasi yang cukup untuk mendapatkan informasi mengenai kandidat.
Sama seperti Hadar Gumay, ia pun menyoroti pentingnya kapasitas distribusi logistik bila masa kampanye Pemilu 2024 mendatang diputuskan untuk dipersingkat.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.