KemenPPA juga mencatat jumlah anak korban kekerasan seksual tahun 2019 mencapai 6.454, meningkat menjadi 6.980 tahun 2020. Dari tahun 2020 ke tahun 2021 menjadi 8.730.
Tingginya kekerasan seksual di Indonesia, berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SNPHPN) tahun 2021, sebanyak 26 persen perempuan usia 15 - 64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan atau selain pasangan, kemudian 41,05 persen mengalami kekerasan selama hidupnya pada anak perempuan usia 13-17 tahun.
Mendikbudristek Nadiem Makarim sudah lama menyadari di lingkungan pendidikan sering terjadi kekerasan seksual.
Pada tahun 2020, ketika rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, Nadiem mengatakan bahwa ada tiga dosa di dunia pendidikan yang terus terjadi, yaitu pertama, radikalisme yang diajarkan kepada anak-anak, kedua kekerasan seksual, dan ketiga perundungan (bullying).
Dan pada tahun 2020 pihak kementerian yang dipimpinnya mengadakan survei di perguruan tinggi, hasilnya 77 persen dari dosen yang disurvei menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di kampusnya.
Menyadari kekerasan seksual terus terjadi di dunia pendidikan, maka Mendikbudristek Nadiem Makarim menerbitkan Peraturan Mendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Dalam peraturan itu dituliskan semua kegiatan akademik di luar jam kerja atau jam kuliah harus sepengetahuan Kepala Program Studi (Kaprodi) sebagai antisipasi yang tidak diinginkan.
Terbitnya peraturan ini diharapkan tercipta lingkungan kampus yang aman dari kekerasan seksual terhadap perempuan.
Juga, terbitnya peraturan ini meningkatkan pemahaman bahwa kekerasan seksual merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Selain itu, Nadiem berharap terbitnya peraturan ini mengajak masyarakat dan generasi muda agar secara bersama menciptakan kampus yang merdeka dari kekerasan seksual.
Di berbagai media sudah sangat santer kasus Herry Wirawan yang memerkosa 13 santriwati di pesantren asuhannya sejak tahun 2016-2021.
Setelah terbukti perbuatannya, pada 4 April 2022, Pengadilan Negeri Bandung memvonis hukuman mati Herry Wirawan.
Lain halnya dengan kasus kekerasan seksual terhadap seorang mahasiswi oleh Dekan Fisip Universitas Riau.
Korban seorang mahasiswi jurusan Hubungan Internasional Fisip Unri Angkatan 2018, melalui video dia mengakui mengalami kekerasan seksual oleh dosen pembimbing skripsinya sendiri.
Tetapi melalui putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru pada 30 Maret 2022, dalam sidang tertutup memvonis bebas SH, Dekan Fisip Unri tersebut.