KOMPAS.com - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Menteri Desa PDTT) Abdul Halim Iskandar berpesan agar calon pegawai negeri sipil (CPNS) di lingkup departemennya tidak terjebak paham radikal.
Sebagai abdi negara, kata dia, kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak bisa ditawar.
“Kita ini bagian dari NKRI. Kita hidup dari air Indonesia, kita berpijak di atas bumi Indonesia, kita bernafas menghirup udara Indonesia, pada saatnya kita meninggal akan dikebumikan di bumi Indonesia," imbuh pria yang akrab disapa Gus Halim itu dalam siaran persnya, Jumat (13/5/2022).
Maka dari itu, lanjut dia, sudah sebuah keniscayaan bagi jajaran Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) untuk mencintai Indonesia.
Baca juga: Kemendesa PDTT Bangun Permukiman bagi 32 KK Transmigran di Malaka
Pernyataan tersebut Gus Halim sampaikan saat memberikan arahan dalam pembekalan dan orientasi CPNS di Aula Makarti Muktitama, Kantor Kemendesa PDTT, Kamis (12/5/2022).
Gus Halim mengatakan, kecintaan terhadap NKRI merupakan modal utama bagi seorang abdi negara.
Apabila modal dasar itu terganggu dengan berbagai paham yang mendegradasikan kecintaan terhadap negara, maka akan sangat berbahaya.
Hal tersebut, kata dia, bisa menjadi ancaman jika paham-paham yang diyakini oleh abdi negara mempunyai akses dan pengaruh terhadap lahirnya berbagai kebijakan publik.
Baca juga: Kriteria Pemilihan Strategi Kebijakan Publik
“Maka jangan sampai para CPNS maupun aparatur sipil negara (ASN) Kemendesa PDTT terpapar paham-paham yang bisa melunturkan cinta kepada bangsa dan negara,” imbuh Gus Halim.
Dengan landasan kecintaan terhadap negara, ia meyakini, seorang ASN bisa memberikan pengabdian terbaik dalam berbagai situasi dan kondisi.
Sebab, menurut Gus Halim, situasi bernegara tidak selalu dalam kondisi serba ideal. Ada kalanya situasi dalam keadaan tidak baik yang bisa berimbas langsung pada kesejahteraan pegawai.
“Dalam situasi itu, maka landasan cinta negara akan mampu menjadi bahan bakar untuk bekerja maksimal,” ujarnya.
Baca juga: Gelar Diklat Bela Negara, Kemensos Ingin Tingkatkan Cinta Negara kepada ASN
Adapun contoh dari bekerja maksimal dicontohkan Gus Halim saat negara menghadapi pandemi Covid-19. Sebab dari sisi anggaran banyak terjadi refocusing, yang berimbas pada pemotongan tunjangan bagi ASN.
Jika situasi ini tidak ditanggapi dengan semangat pengabdian pada negara, maka sudah pasti akan mengganggu tingkat kinerja ASN.
“Jadi, menjadi ASN itu tidak berarti hadirnya zona nyaman yang membuat malas-malasan karena merasa semua sudah terjamin,” ucap Gus Halim.