JAKARTA, KOMPAS.com - "Tanpa Pak Kanto, polisi sudah berantakan."
Pernyataan itu disampaikan mantan Kapolri Jenderal Hoegeng Iman Santoso saat menghadiri upacara pemakaman Kapolri pertama, Jenderal Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo, di Taman Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta Selatan, pada 25 Agustus 1993.
Kenangan terhadap sosok Soekanto semasa hidup sangat melekat di benak Hoegeng. Dia dikenal jujur dan sederhana.
Dua hal itu juga yang menginspirasi Hoegeng dalam perjalanan kariernya sebagai polisi yang akhirnya juga pernah menjadi Kapolri.
"Pak Kanto orang yang patut dicontoh. Dia meletakkan jiwa kepolisian, polisi harus jujur dan mengabdi masyarakat," kata Hoegeng.
Kedua mantan Kapolri itu kini sudah berpulang.
Baca juga: Raden Said Soekanto, Kapolri Pertama yang Sukses Meletakkan Dasar-dasar Kepolisian
Di sela-sela menghadiri pemakaman, Hoegeng mengingat kembali awal perjumpaan dengan Soekanto ketika menjadi siswa sekolah polisi pada masa penjajahan Jepang antara 1942 sampai 1943.
"Di zaman Jepang, Pak Kanto yang jadi instruktur sudah mendidik kami dengan jiwa keindonesiaan. Saya ingat, Pak Kanto pernah marah pada saya. Tanpa kemarahan Pak Kanto, saya tidak begini ini," tutur Hoegeng.
Dalam laporan surat kabar Kompas, Mayjen Pol (Purn) Mohammad Jassin, mantan Deputi Soekanto dan mantan Panglima Mobil Brigade Indonesia (1952-1959), mengenang Soekanto sebagai seorang yang disiplin.
"Soekanto seorang pejuang besar dan berdisiplin tinggi. Ia selalu berucap, tanpa disiplin, aparat akan rusak," kata Mohammad Jassin.
Mantan Kapolri Jenderal Pol (Purn) Awaloedin Djamin yang pernah menjadi Sekretaris Soekanto (1955-1959) juga mempunyai kenangan baik terhadap sosok mantan atasannya itu.
Baca juga: Profil Raden Said Soekanto, Kapolri Pertama yang Dapat Gelar Pahlawan Nasional
"Soekanto orang paling sederhana. Lihatlah, ketika meninggal, ia tidak punya apa-apa. Padahal, ia berkuasa sebagai Kepala Kepolisian Negara selama 15 tahun. Dia tak ada duanya. Disegani dan memiliki karisma yang besar terhadap semua jajaran Polri. Soekanto pantas disebut sebagai Bapak Kepolisian Indonesia," kata Awaloedin.
Mantan Deops Kapolri Mayjen Pol Koesparmono Irsan mengatakan, dia mengenal integritas Soekanto dari cerita sang ayah.
"Dari cerita ayah, Pak Kanto orangnya lurus, selalu berpegang pada aturan-aturan yang ada, tidak ingin menyimpang sedikit juga. Kesetiaan kepada bangsa dan negara tak diragukan. Beliau tak suka bermewah-mewah, kejiwaannya dalam sekali," kata Koesparmono.
Dalam wawancara dengan Kompas pada 25 Oktober 1981, Soekanto memilih hidup sederhana ketika pensiun sejak 1 Desember 1960. Dia lantas menghabiskan waktu di rumah, sambil berkegiatan di Yayasan Olahraga Hidup Baru (Orhiba).
Baca juga: Mengenal Kapolri Pertama Indonesia, Raden Said Soekanto...
Melalui yayasan itu, Soekanto menggiatkan olahraga di tengah masyarakat yang dipadukan dengan mempelajari falsafah hidup.
Soekanto memang seorang pengikut kebatinan yang juga seorang muslim. Menurut falsafah hidup yang dia anut, yakni sugih tanpo bondo (kaya tanpa kebendaan), kesederhanaan adalah nilai luhur yang paling utama.
Soekanto pun mengakui, dia hidup hanya dari uang pensiun di hari tuanya. Menurut dia, hidup sederhana sudah lebih dari cukup dan hal itu tidak membuatnya risau.
"Sekarang ini banyak orang yang ragu dan takut akan hidupnya. Ada yang mengatakan ini akibat hukum materialisme yang telah begitu cepat menguasai manusia Indonesia. Ada yang mengatakan karena lunturnya cita-cita perjuangan. Sebagai manusia, memang kita dikuasai oleh nafsu kebendaan. Ini memang tidak bisa dihindari. Meskipun demikian, kita juga harus berjuang keras untuk menghindarkannya. Sehingga, hidup ini ada keserasian dan tidak melulu hanya kebendaan saja," kata Soekanto.
Soekanto wafat pada 24 Agustus 1993 dalam usia 85 tahun.
Soekanto yang diberi penghargaan Bintang Mahaputra Adiprana kelas II sebenarnya berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan. Namun, sebelum ajal menjemput, Soekanto berwasiat ingin dimakamkan satu liang dengan sang istri, Hadidjah Lena Mokoginta, di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Sang istri lebih dulu berpulang pada 1 Maret 1986.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.