JAKARTA, KOMPAS.com - Terungkapnya seorang anggota polisi dari Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud) Kepolisian Daerah Kalimantan Utara (Polda Kaltara), Brigadir Polisi Satu (Briptu) Hasbudi, yang terlibat bisnis tambang emas ilegal menyedot perhatian masyarakat.
Meski Hasbudi bukan perwira tinggi, hartanya diperkirakan mencapai miliaran rupiah.
Dari penyelidikan yang dilakukan Polda Kaltara, Hasbudi juga diduga terlibat tindak pidana pencucian uang kepada sejumlah pejabat setempat atau perwira kepolisian lainnya.
Selain itu, Hasbudi juga diduga terlibat penyelundupan pakaian bekas ilegal. Saat ini penyidik menetapkan Hasbudi dan empat orang lain sebagai tersangka dalam perkara itu. Mereka semua dijerat dengan pasal berlapis.
Baca juga: Profil Raden Said Soekanto, Kapolri Pertama yang Dapat Gelar Pahlawan Nasional
Penyidik turut menyita sejumlah aset benilai ratusan miliar rupiah milik Hasbudi dalam proses penyidikan. Berbagai aset itu terdiri dari properti, kendaraan, uang tunai, sampai perhiasan.
Jika dibandingkan, kehidupan Hasbudi sebagai polisi berbeda jauh dengan Kapolri pertama, Jenderal Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo.
Soekanto adalah peletak dasar-dasar organisasi Polri sampai saat ini. Dia juga dianugerahi gelar pahlawan nasional karena kiprahnya.
Meski menjabat Kapolri dari 29 September 1945 sampai 15 Desember 1959, Soekanto tetap hidup sederhana. Presiden Soekarno sempat menawarkan Soekanto untuk menjadi duta besar di Turki, tetapi kemudian ditolak.
Baca juga: Raden Said Soekanto Tjokroadiatmodjo: Peran dan Kiprahnya
Sejak menanggalkan jabatan itu, Soekanto memilih tinggal di rumah sederhana di Jalan Proklamasi 43, Jakarta Pusat. Menurut hasil wawancara dalam surat kabar Kompas edisi 25 Oktober 1981, jika dilihat sekilas, rumah itu tidak tampak seperti milik seorang mantan pejabat.
Halamannya ditumbuhi pepohonan yang tidak teratur, tua, dan jelek. Sedangkan kursi-kursi tamunya hanya berbahan bambu yang sudah kusam. Bahkan dari depan, rumah Soekanto itu mirip sebuah bengkel.
Bahkan loper koran saja saat itu tidak yakin bahwa rumah salah satu pelanggannya memang betul mantan Kapolri. Hal itu baru diketahui setelah Soekanto memeriksa langsung ke agen langganan surat kabar yang mengatakan semua koran pesanan selalu diantar.
Rupanya, setelah ditelusuri, ternyata sang loper tidak yakin rumah itu adalah milik seorang jenderal.
Baca juga: Profil Raden Said Soekanto, Kapolri Pertama yang Dapat Gelar Pahlawan Nasional
Saat itu Soekanto mengakui rumahnya juga merangkap bengkel mobil.
"Kecil-kecilan dikelola seorang keponakan," kata Soekanto.
Sebenarnya rumah sederhana itu milik Polri yang dihibahkan kepada Soekanto pada 1973. Dia sempat menempati rumah itu pada September 1945, tetapi kemudian pindah ke rumah dinas ketika menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara (KKN, kini Kapolri).
Baru setelah pensiun, Soekanto kembali menempati rumah itu.
"Kalau saja tidak peroleh rumah ini memang agak susah bagi saya. Karena saya memang tak punya rumah lain," kata Soekanto dalam wawancara dengan Kompas, 16 September 1967.
Setelah pensiun, Soekanto diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung periode 1973 sampai 1978. Selain menerima honor sebagai anggota DPA, Soekanto juga menerima uang pensiun untuk menopang kebutuhan sehari-hari.
"Saya hidup dari pensiun," kata Soekanto.
"Meskipun demikian saya tidak ragu. Karena saya selalu menikmati Dia senantiasa. Itu sudah cukup. Kalau kita berpegang pada hal ini, sebenarnya sudah cukup. Karena apa lagi yang lebih tinggi dari Dia?" lanjut Soekanto.
Baca juga: Mengenal Kapolri Pertama Indonesia, Raden Said Soekanto...
Polri lantas menghibahkan sebuah rumah bagi Soekanto di kompleks asrama Polri di Ragunan, Jakarta Selatan, pada 1988. Rumah itu ditempati Soekanto sampai dia wafat pada 24 Agustus 1993 dalam usia 85 tahun.
Soekanto yang diberi penghargaan Bintang Mahaputra Adiprana kelas II berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan. Namun, sebelum ajal menjemput, Soekanto sempat berwasiat ingin dimakamkan satu liang dengan sang istri, Hadidjah Lena Mokoginta, di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Sang istri lebih dulu berpulang pada 1 Maret 1986.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.