JAKARTA, KOMPAS.com - Sengketa (Pemilu) bisa terjadi di tingkat kabupaten/kota, provinsi, sampai nasional. Alasan yang memicu sengketa pun beragam.
Sengketa dalam Pemilu terbagi menjadi 2, yakni sengketa proses dan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan, masalah hukum dalam pelaksaan Pemilu terbagi menjadi 4, yaitu:
Dalam Pasal 466 UU Pemilu disebutkan, definisi sengketa proses adalah sengketa yang terjadi antarpeserta pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU), keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota.
Baca juga: Rizal Ramli Kritik Anggaran Pemilu Serentak 2024, Bandingkan dengan Era Presiden Habibie
Jadi dengan kata lain, sengketa proses pemilu bisa terjadi antarpeserta atau antara peserta dengan penyelenggara pemilu.
Sementara dalam Pasal 473 UU Pemilu disebutkan, yang dimaksud perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) adalah perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional.
Sengketa hasil pemilu ini berkaitan dengan perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) secara nasional yang meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta pemilu.
Selain itu, perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi penetapan hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden juga termasuk dalam sengketa PHPU.
Baca juga: Mengenal Istilah DCS dan DCT dalam Pemilu
Sedangkan yang dimaksud pelanggaran pemilu contohnya seperti kasus pelanggaran administrasi pemilu, seperti kampanye yang didukung dengan pemanfaatan fasilitas atau aset milik negara.
Contoh lain pelanggaran pemilu adalah kampanye politik yang melibatkan anak-anak di bawah umur juga merupakan pelanggaran.
Lembaga yang berwenang memutus perkara pelanggaran pemilu adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Mereka bertugas memeriksa, mengkaji dan memutus terhadap pelanggaran terkait.
Putusan Bawaslu dapat berupa sanksi administratif pembatalan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden.
Baca juga: Jejak Sejarah Golput di Pemilu, Berawal dari Protes di Masa Orde Baru
Dalam hal perkara pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu, maka lembaga yang berwenang memutuskan adalah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). DKPP akan melakukan sidang untuk selanjutnya menetapkan putusan DKPP.
Putusan DKPP biasanya berupa sanksi atau rehabilitasi yang disepakati dalam rapat pleno.
Sedangkan tindak pidana pemilu contohnya adalah melakukan politik uang atau Money Politics. Pelanggaran tindak pidana pemilu selanjutnya diselesaikan dalam peradilan umum sesuai dengan hukum acara pidana.
Sumber: Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Komisi Pemilihan Umum (JDIH KPU)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.