Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berharap Ingatan Kelam Tragedi Trisakti Tak Lekas Pergi

Kompas.com - 12/05/2022, 07:04 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tragedi Trisakti yang menewaskan 4 mahasiswa pada 12 Mei 1998 disebut sebagai salah satu peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang seharusnya diusut oleh negara. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menjanjikan untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM sampai hari ini belum terbukti.

Janji-janji Jokowi untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM termasuk Kerusuhan Mei, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Peristiwa Talangsari-Lampung, Peristiwa Tanjung Priok, dan Tragedi 1965.

Menurut Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Tioria Pretty Stephanie, mereka sudah menggunakan berbagai cara yang sah menurut hukum untuk membantu keluarga korban pelanggaran HAM menuntut keadilan dari pemerintah. Akan tetapi, sampai saat ini hal itu berjalan sangat lambat.

Menurut Pretty, saat ini mereka menggunakan strategi melakukan pembelajaran atau edukasi kepada masyarakat supaya mereka tetap ingat ada janji pemerintah yang belum ditunaikan, yakni penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM. Sebab, kata dia, dengan terus mendesak pemerintah melaksanakan tugasnya untuk menyelidiki hal itu sampai saat ini tak kunjung menemukan titik terang.

Baca juga: Mengenang Tragedi Trisakti dan Kerusuhan Sehari Setelahnya...

"Jadi upaya yang strategis kita lakukan bukan lagi ke pemerintah, tapi horizontal ke sesama warga. Biar sebanyak mungkin orang kenal dan mengerti soal kasus-kasus ini dan apa keadilan yang dinanti korban," ujar Pretty saat dihubungi Kompas.com, Rabu (11/5/2022).

"Harapannya kalau desakan ini masif disuarakan sebanyak mungkin orang, pemerintah yang populis ini bakal dengar," sambung Pretty.

4 Mahasiswa Trisakti yang tewas dalam kejadian 24 tahun lalu adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Di Universitas Trisakti saat ini berdiri monumen untuk mengenang 4 mahasiswa yang tewas itu.

Keempatnya juga dijuluki sebagai pahlawan reformasi.

Baca juga: Aktivis Minta Korban Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II Jadi Pahlawan Nasional

Kematian keempat mahasiswa Trisakti itu kemudian memantik peristiwa Reformasi 1998 yang membuat Presiden Soeharto memutuskan berhenti dari jabatannya. Akan tetapi, di sisi lain pergantian rezim dari Orde Baru juga diwarnai aksi kerusuhan yang meletup di DKI Jakarta, yang menewaskan ribuan orang.

Pada 2001, Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) yang dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan dari bukti-bukti permulaan yang cukup telah terjadi pelanggaran berat
HAM dalam peristiwa Trisakti, Semanggi I (8-4 November 1998), dan Semanggi II (September 1999).

Hasil penyelidikan Komnas HAM juga disampaikan kepada Kejaksaan Agung supaya segera diselidiki pada April 2002. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada titik terang. Pengadilan Militer untuk kasus Trisakti yang digelar pada 1998 menjatuhkan putusan kepada 6 orang perwira pertama Polri.

Masih menjadi misteri

Pada 12 Mei 1998, sekitar 6.000 mahasiswa melakukan aksi damai dari Kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara pukul 12.30. Namun, aksi mereka dihalangi oleh Polri yang disusul dengan kedatangan militer.

Baca juga: Tragedi Trisakti Berdarah 1998, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Beberapa mahasiswa kemudian mencoba untuk bernegosiasi dengan pihak Polri. Akhirnya pukul 17.15, para mahasiswa bergerak mundur. Pergerakan ini diikuti dengan majunya aparat keamanan.

Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru mereka ke arah para mahasiswa. Karena panik, mereka tercerai berai, sebagian besar melarikan diri dan berlindung di Universitas Trisakti.

Aparat keamanan tidak berhenti melemparkan tembakan peluru mereka. Satu per satu korban mulai berjatuhan dan dilarikan ke Rumah Sakit Sumber Waras.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com