Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Sejarah Golput di Pemilu, Berawal dari Protes di Masa Orde Baru

Kompas.com - 12/05/2022, 06:42 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok golput atau golongan putih yang menolak menggunakan hak pilihnya dalam ajang pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia mempunyai sejarah yang panjang.

Mereka lahir sebagai sebuah bentuk protes dari kelompok pemuda dan mahasiswa atas pelaksanaan Pemilu perdana di era Orde Baru, yang digelar pada 5 Juli 1971. Sebab saat itu mereka menilai tidak ada satu pun tokoh politik yang bisa menampung dan memperjuangkan aspirasi mereka.

Dalam Pemilu 1971, jumlah partai politik yang menjadi peserta hanya 10. Jumlah itu jauh lebih sedikit dibanding Pemilu 1955 yang diikuti 172 partai politik.

Sejumlah partai politik yang mengikuti Pemilu 1971 adalah Partai Katolik, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), dan Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI).

Baca juga: KPU Butuh Anggaran Rp 8 Triliun Tahun Ini untuk Mulai Tahapan Pemilu 2024

Sedangkan Golongan Karya yang menjadi pemenang Pemilu 1971 tidak digolongkan ke dalam partai politik.

Saat itu beberapa partai politik dibubarkan oleh Orde Baru, di antaranya Partai Komunis Indonesia (PKI), Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI).

Salah satu tokoh pegiat yang menjadi motor gerakan golput adalah Arief Budiman. Dia menggiatkan kampanye golput bersama sejumlah aktivis seperti Adnan Buyung Nasution, Imam Waluyo, Julius Usman dan Husin Umar.

Ajakan untuk golput itu disampaikan di Gedung Balai Budaya Jakarta.

Pamflet dengan tema 'Tidak Memilih Hak Saudara', 'Tolak Paksaan dari Manapun', dan 'Golongan Putih Penonton yang Baik' banyak bertebaran di ibu kota kala itu.

Mereka juga mengajak masyarakat untuk mencoblos di luar gambar partai atau di bidang putih supaya surat suara tidak sah.

Baca juga: KPU Tetapkan Ketua Divisi dan Koordinator Wilayah Periode 2022-2027, Ini Susunannya

Sejak itulah kelompok golput perlahan-lahan berkembang dalam setiap Pemilu.

Pada tahun-tahun berikutnya bahkan sampai saat ini, istilah golput begitu terus melekat di masyarakat.

Dalam perkembangannya, golput terbagi menjadi dua macam. Pertama, golput akibat persoalan teknis.

Orang-orang yang memilih tidak menggunakan hak pilihnya tidak bisa hadir ke tempat pemungutan suara (TPS) karena sesuatu hal, misalnya memilih melakukan kegiatan lain sebab hari pemungutan suara dinyatakan sebagai libur nasional. Atau dengan kata lain, mereka yang golput karena alasan teknis adalah kalangan yang apatis dalam urusan politik.

Alasan kedua masyarakat yang memilih golput adalah kalangan yang melakukan dengan kesadaran karena pemilih menilai tidak ada kandidat yang pantas untuk diberi mandat. Jenis golput ini cenderung sebagai bentuk protes terhadap pilihan kandidat yang terbatas dan dinilai tidak memenuhi aspirasi mereka.

Baca juga: Rizal Ramli Kritik Anggaran Pemilu Serentak 2024, Bandingkan dengan Era Presiden Habibie

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah Sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah Sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com