Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Istilah Golput dalam Pemilu

Kompas.com - 12/05/2022, 05:06 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam pemilihan umum (Pemilu) sampai pemilihan presiden (Pilpres) kita akan mendengar istilah golput.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, golput memiliki arti golongan putih.

Sedangkan menurut situs Rumah Pemilu, golput adalah singkatan dari golongan putih yang berarti memilih untuk tidak memilih. Pilihan ini merupakan bagian dari hak pilih bagi negara yang menempatkan memilih sebagai hak, bukan kewajiban.

Secara konteks munculnya istilah, golput adalah gerakan perlawanan terhadap pemerintahan Orde Baru pimpinan Soeharto yang menyelenggarakan Pemilu yang dinilai tidak demokratis. Kata putih adalah sikap memilih warna putih surat suara di luar pilihan warna kuning (Golkar), warna merah (PDIP), dan warna hijau (PPP). Sebab saat Orde Baru, partai politik hanya ada tiga.

Sedangkan kata “golongan” bermakna perlawanan terhadap Golongan Karya sebagai peserta pemilu status quo otoritarian.

Baca juga: Rizal Ramli Kritik Anggaran Pemilu Serentak 2024, Bandingkan dengan Era Presiden Habibie

Dalam jurnal Ilmu Sosial dan Politik berjudul Golput Pasca Orde Baru: Merekonstruksi Ulang Dua Perspektif karya Ahmad Nyarwi dijelaskan, golput atau golongan putih berawal dari gerakan protes para mahasiswa dan pemuda pada pelaksanaan Pemilu 1971. Itu merupakan Pemilu pertama di era Orde Baru.

Saat itu, jumlah partai politik yang mengikuti Pemilu hanya 10, jauh lebih sedikit dibanding Pemilu 1955 yang diikuti 172 partai politik.

Beberapa partai politik telah dibubarkan oleh Orde Baru, di antaranya Partai Komunis Indonesia (PKI), Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI).

Tokoh pegiat yang menjadi motor penggerak gerakan ini adalah Arief Budiman yang didampingi beberapa pemuda lain, seperti Imam Waluyo, Julius Usman dan Husin Umar. Ajakan untuk golput itu disampaikan di Gedung Balai Budaya Jakarta.

Baca juga: Jokowi Minta Menteri Tetap Fokus Kerja Jelang Pemilu, KSP Singgung Etika Politik

Pamflet dengan tema 'Tidak Memilih Hak Saudara', 'Tolak Paksaan dari Manapun', dan 'Golongan Putih Penonton yang Baik' banyak bertebaran di ibu kota kala itu.

Pada tahun-tahun berikutnya bahkan sampai saat ini, istilah golput begitu terus melekat di masyarakat.

Dalam perkembangannya, golput terbagi menjadi dua macam. Pertama, golput akibat persoalan teknis.

Orang-orang yang memilih tidak menggunakan hak pilihnya tidak bisa hadir ke tempat pemungutan suara (TPS) karena sesuatu hal, misalnya memilih melakukan kegiatan lain sebab hari pemungutan suara dinyatakan sebagai libur nasional. Atau dengan kata lain, mereka yang golput karena alasan teknis adalah kalangan yang apatis dalam urusan politik.

Alasan kedua masyarakat yang memilih golput adalah kalangan yang melakukan dengan kesadaran karena pemilih menilai tidak ada kandidat yang pantas untuk diberi mandat. Jenis golput ini cenderung sebagai bentuk protes terhadap pilihan kandidat yang terbatas dan dinilai tidak memenuhi aspirasi mereka.

Baca juga: Jokowi: Tahapan Pemilu 2024 Dimulai Pertengahan 2022, Menteri Harus Fokus Kerja

Golput semacam ini kerap disebut golput ideologis, karena mereka yang melakukannya memiliki argumentasi yang kuat dan masuk akal.

Akan tetapi, ada ancaman pidana bagi pihak-pihak yang mengajak untuk melakukan golput.

Dalam Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 disebutkan, "Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak 36 juta rupiah."

Menurut pasal itu, perbuatan yang bisa dipidana minimal harus memenuhi 3 unsur atau syarat. Pertama dilakukan pada saat hari pemungutan suara (hari pencoblosan). Kedua, dengan menjanjikan atau memberi uang atau materi lainnya. Ketiga, merusak surat suara sehingga menyebabkan surat suaranya tidak sah atau tidak bisa dihitung sebagai suara hasil pemilu.

Sumber: Rumah Pemilu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com