DINASTI Marcos menancapkan kembali kekuasaan di Filipina. Ferdinand Marcos Jr, anak mendiang diktator Filipina, Ferdinand Marcos, memastikan kemenangannya di Pemilu Presiden Filipina, Selasa (10/5/2022).
"Bagi Indonesia, hasil Pemilu Presiden Filipina ini adalah alarm. Politik Filipina dan Indonesia banyak mirip," kata peneliti dan pendiri Institut Riset Indonesia, Dian Permata, dalam perbincangan dengan Kompas.com, Selasa.
Seperti halnya Filipina, kata Dian, orang Indonesia juga cenderung punya ingatan pendek, gampang lupa, termasuk atas kesalahan besar pada masa lalu dari sosok pilihannya pada hari ini.
"Ini masih didukung lagi oleh ekologi politik Indonesia, termasuk di dalamnya sistem politik Indonesia," tegas Dian.
Kemiripan ekologi dan situasi politik Filipina dan Indonesia, ungkap Dian, bisa disimak antara lain dari disertasi Dante C Simbulan yang mengulik sosiopolitik Filipina. Salah satu yang kental kemiripannya adalah praktik oligarki di Filipina dan Indonesia.
"Oligarki adaptif dengan perubahan-perubahan sistem, termasuk reformasi. Tidak heran, banyak pengusaha terjun ke dunia politik," ujar Dian meringkas salah satu implikasi temuan Simbulan.
Di level pemilih, kondisi di Indonesia dan Filipina juga relatif sama. Ekspresi Anthony Sola, salah satu warga pendukung Marcos Jr, atas hasil Pemilu Presiden Filipina, memberikan gambaran awal.
"Dia akan mengangkat negara kami dari kemiskinan yang kami alami sekarang," kata Sola yang tak menutupi kegembiraannya, Selasa, seperti dikutip AFP.
Dengan disinformasi yang meluas lewat jejaring Facebook, pendukung Marcos Jr seperti Sola bahkan menegasikan fakta yuridis tentang kasus korupsi keluarga Marcos pada masa lalu.
"Saya tidak percaya mereka mencuri uang. Jika mereka melakukannya, mereka seharusnya sudah dipenjara," sangkal Sola atas kasus korupsi senilai 10 miliar dollar AS dalam periode kekuasaan Ferdinand Marcos.
Sekitar 43 persen orang Filipina mendaku diri berstatus miskin dan 39 persen yang lain merasa berada di ambang batas kemiskinan, berdasarkan jajak pendapat Social Weather yang dipublikasikan pada 21 Maret 2022.
Kekalutan atas kemiskinan yang membelit dan nostalgia atas situasi yang dirasa menyajikan kemakmuran—walau bisa jadi semu—jadi pendorong dukungan suara dalam Pemilu Presiden 2022 bagi Marcos Jr.
Baca juga: Marcos Jr Klaim Menang Pilpres Filipina: Nilai Saya Bukan dari Leluhur, tapi Tindakan
Suasana kebatinan di Filipina ini mungkin sepadan dengan meme yang beberapa waktu lalu ramai di Indonesia, "Enak jamanku, to?"
Dalam situasi kebatinan pemilih yang merasa kondisi sekarang tak lebih baik dari suatu masa pada masa lalu, pengingat tentang korupsi, oligarki, dan pelemahan demokrasi menjadi bak angin lalu.
Bongbong, panggilan Ferdinand Marcos Jr, meraup 56 persen dukungan suara dari pemilih Filipina. Perolehan suara ini lebih dari dua kali lipat dukungan yang didapat kompetitor terkuatnya, Leni Robredo, yang beraliran liberal.
Serasa belum cukup menyentak, mayoritas pemilih Filipina pun tampak menegasikan dampak buruk enam tahun pemerintahan otoriter Rodrigo Duterte yang akan segera berakhir. Putri Duterte, Sara Duterte, meraup pula suara mayoritas untuk kursi Wakil Presiden Filipina.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, berpendapat bahwa kemenangan Bongbong dan Sara di Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Filipina merupakan alarm pengingat bagi demokrasi di Indonesia.
Ini terutama bila tak ada upaya kolektif mengantisipasi hal serupa terjadi di sini.
"Ini alarm bagi sistem demokrasi. Jika sebuah negara terlalu mengandalkan kultus dan ketokohan individu daripada pembangunan demokrasinya, kasus-kasus seperti Filipina akan muncul juga di Indonesia," kata Adnan, Rabu (11/5/2022).
Adnan berpendapat, konteks politik Indonesia dan Filipina sebenarnya agak berbeda. Setidaknya, kata dia, generasi muda Indonesia relatif lebih kritis menyikapi kemunculan dan penampilan tokoh-tokoh politisi pada hari-hari ini.
Namun, dalam hal ancaman bagi demokrasi terkait pengkultusan individu, Adnan sepakat bahwa hal itu adalah celah bagi langgengnya oligarki dan harapan-harapan palsu, termasuk di Indonesia bahkan dalam periode kedua jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Setiap kali survei, perbaikan ekonomi selalu jadi poin prioritas harapan publik. Jokowi dipercaya mampu menjadi jawaban dalam dua periode jabatannya. Namun, (pada saat bersamaan) masyarakat mengeluhkan ekonomi juga," ungkap Adnan.
Kasus minyak goreng yang merebak sejak akhir 2021 hingga beberapa waktu lalu, sebut Adnan, bisa menjadi salah satu contoh keluhan publik soal penanganan ekonomi. Kasus itu juga sejatinya mengungkap kegagalan pemerintah.
"Kita kerap dimanipulasi oleh keyakinan kita sendiri tentang ketokohan yang asumsinya menyelesaikan persoalan," ujar Adnan.