Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Kecam Aparat Tangani Demo Tolak DOB di Papua dengan Kekerasan

Kompas.com - 11/05/2022, 22:01 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam penanganan demonstrasi tolak daerah otonomi baru (DOB) di Papua yang diduga menggunakan kekerasan, Selasa (10/5/2022).

Kontras menegaskan, penolakan terhadap DOB yang disuarakan masyarakat Papua adalah ekspresi yang sah dan konstitusional, sehingga tidak seharusnya menggunakan tindakan represi dalam penanganannya.

“Penyampaian pendapat di muka umum seharusnya ditanggapi lewat proses-proses yang dialogis, bukan represi terhadap massa aksi,” kata Wakil Koordinator Kontras, Rivanlee Anandar, dalam keterangan tertulis, Rabu (11/5/2022).

“Kekerasan yang terjadi di lapangan lagi-lagi mempertontonkan bahwa negara tak andal dalam menanggapi kritik publik, utamanya berkaitan dengan isu Papua,” lanjutnya.

Baca juga: KontraS Desak Polisi Bebaskan 7 Aktivis yang Ditangkap Saat Demo Tolak DOB di Papua

Rivanlee menambahkan, tren selama ini, berbagai aspirasi yang disampaikan masyarakat Papua di jalan selalu direspons atau berujung kekerasan aparat. Hal ini seakan telah menjadi pola, termasuk pada aksi-aksi penolakan pemekaran wilayah, otonomi khusus, dan tindakan rasial.

Khusus pada aksi kemarin, kekerasan aparat berlangsung dalam berbagai bentuk.

Kontras menegaskan, berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009, penggunaan kekuatan dalam tindak kepolisian bertujuan untuk mencegah, menghambat dan menghentikan tindakan yang diduga melakukan perbuatan melanggar hukum.

Baca juga: KontraS Sebut Danramil Jayapura Utara Minta Sumbangan Masalah Serius Profesionalisme Prajurit

Tetapi, yang terjadi, polisi justru menggunakannya untuk melukai massa aksi.

“Berdasarkan pemantauan dan informasi yang kami terima, terdapat beberapa tindakan seperti pembubaran paksa, pemukulan, pengejaran, penembakan, dan penangkapan sewenang-wenang,” ujar Rivanlee.

“Tindakan aparat di lapangan juga dapat dikategorikan sistematis, sebab didasarkan oleh perintah Polda Papua lewat Surat Telegram. Hal ini jelas merupakan bentuk pengerahan kekuatan secara berlebihan (excessive use of force). Hal ini membuktikan bahwa Kepolisian menempatkan demonstrasi sebagai ancaman yang serius,” jelasnya.

Baca juga: 2 Polisi Terluka Saat Bubarkan Demo Tolak DOB di Papua, 1 Perwira Retak Tulang, 1 Polwan Digigit

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) memperkirakan ada puluhan peserta aksi yang terluka akibat represivitas aparat pada 5 titik aksi kemarin di Jayapura dan sekitarnya.

Salah satu korban adalah Fred Nawipa, mahasiswa Universitas Cenderawasih, yang disebut tertembak peluru karet ketika polisi membubarkan paksa aksi demonstrasi di bilangan Waena.

“Berapa (total korban luka) kami akan data lagi, karena di setiap titik ada yang luka-luka,” kata Ketua LBH Papua, Emanuel Gaboy, kepada Kompas.com, Rabu.

“Dari hasil pembubaran dengan pendekatan represif, ada beberapa massa aksi yang terluka. (Selain penembakan peluru karet), ada penembakan gas air mata, water cannon, ada yang terluka karena lari dikejar, dipukul dengan karet mati, dan lainnya,” ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com