Berbekal tambahan pasukan dan peralatan canggih itu, sepanjang 1977 tentara Indonesia melakukan operasi besar-besaran untuk menghancurkan sisa-sisa Fretilin.
Melalui gempuran darat, laut, dan udara selama berbulan-bulan, Indonesia berhasil memenangkan pertempuran.
Diperkirakan, pertempuran ini menewaskan sekitar 100.000-180.000 korban jiwa yang terdiri dari tentara dan warga sipil.
Seroja pun disebut sebagai operasi militer terbesar yang pernah dilakukan Indonesia.
Selain keterlibatannya dalam Operasi Seroja, Priyanto meminta hukumannya diringankan karena mengaku sangat menyesali perbuatannya. Priyanto berjanji tidak akan mengulangi tindakannya.
Baca juga: Oditur: Kolonel Priyanto Bukan Tentara Kemarin Sore, Harusnya Bisa Pilih Tak Buang Handi-Salsabila
Tim penasehat hukum menyatakan, Priyanto merupakan kepala rumah tangga dan tulang punggung keluarga. Priyanto masih mempunyai beban tanggung jawab untuk menghidupi istri dan empat orang anaknya.
Selain itu, di mata tim penasehat hukum, Priyanto bersikap baik dan sopan selama persidangan.
"Terdakwa belum pernah dihukum, hukuman disiplin maupun pidana,” kata Aleksander Sitepu.
Oleh karenanya, dalam pleidoinya, Priyanto menolak dakwaan pasal pembunuhan berencana dan penculikan terhadap Handi dan Salsabila.
Sebelumnya Priyanto dituntut penjara seumur hidup. Ia juga dituntut pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas kemiliterannya di TNI.
Priyanto dinilai telah melanggar Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Baca juga: Panglima Andika Hormati Keputusan IDI Terkait Pemecatan Terawan
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 Ayat (1 ) KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Lalu, subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Adapun kasus ini bermula dari peristiwa tabrakan yang berujung pembuangan jasad Handi dan Salsabila oleh 3 prajurit TNI ke sungai.
Peristiwa itu pertama kali terungkap pada 11 Desember 2021, ketika warga menemukan dua jasad tanpa identitas di aliran Sungai Serayu, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Baca juga: Kronologi hingga Peran Pembegal 2 Anggota TNI di Kebayoran, Berawal dari Pesta Miras
Belakangan diketahui bahwa dua jasad tersebut merupakan Handi dan Salsabila, korban kecelakaan lalu lintas di wilayah Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada 8 Desember 2021.
Pelaku pembuang jasad yang tidak lain juga penabrak Handi dan Salsabila merupakan 3 anggota TNI AD. Mereka adalah Kolonel Inf Priyanto, Koptu Ahmad Soleh, dan Kopda Andreas Dwi Atmoko.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.