Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eki Baihaki
Dosen

Doktor Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad); Dosen Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas). Ketua Citarum Institute; Pengurus ICMI Orwil Jawa Barat, Perhumas Bandung, ISKI Jabar, dan Aspikom Jabar.

Mewaspadai Politisasi Agama Menjelang 2024

Kompas.com - 09/05/2022, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

IKHTIAR merawat Indonesia dari perpecahan karena konflik agama harus menjadi perhatian kita semua.

Saat ini pasca-Idul Fitri, aura politisasi agama sudah mulai terasa. Dari yang samar-samar maupun yang terbuka dan dilakukan oleh hampir semua aktor politik.

Terutama pada saat konstestasi politik menjelang Pemilihan Legislatif dan Presiden tahun 2024.

Karena sesungguhnya tidak ada kehidupan manusia dalam beragam dimensinya yang tidak terkait dengan politik, termasuk dalam hal kehidupan beragama.

Agama sejatinya adalah penguat hubungan antarmanusia, meski berbeda iman. Namun realitasnya senantiasa ada aktor politik dan agama yang mempertentangkan dan mendegradasikan peran suci agama untuk tujuan politik.

Dan politik yang makna awalnya adalah positif, untuk menghadirkan kebajikan publik perlu diterangi oleh nilai agama.

Terdapat realitas yang diametral, sebagaimana yang diungkap Gus Dur, “Agama mengajarkan pesan-pesan damai. Namun para ekstremis akan memutar balikkannya. Kita butuh agama yang ramah, bukan agama yang marah.”

Politisasi agama adalah sebuah realitas yang memprihatinkan. Politisasi agama digemari karena merupakan cara yang relatif praktis, murah untuk merebut emosi dan simpati masyarakat.

Utamanya bagi masyarakat yang minim literasi politik dan minim rasionalitas.

Bahkan yang rasionalitasnya baik pun, namun minim etika, maka politisasi agama adalah peluang yang dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk memenangkan konstestasi politik.

Di antaranya memanfaatkan simbol agama dan dukungan tokoh-tokoh agama yang menjajakan ayat dan fatwa agama untuk kepentingan politik, agar kandidatnya bisa terpilih.

Termasuk branding diri untuk mencitrakan diri sebagai penganut agama yang taat, meski setelah kekuasaan dapat direbut, kembali ke karakter aslinya yang tentu berbeda.

Dan pemanfaatan sentimen SARA untuk mendegradasikan lawan politik dengan framing dan label negatif kemudian disemburkan melalui para buzzer dengan narasi yang provokatif dan ujaran kebencian.

Contoh sederhana, semisal, ungkapan diksi dan narasi “Cebong” dan “Kadrun” yang sengaja di pelihara dan disemburkan oleh sebagian aktor yang ada di kedua kubu dengan bumbu olok-olok, disinformasi, data yang sengaja dikelirukan, dan label negatif sejenisnya.

Narasi provokatif yang masih mudah kita temuai di kedua kubu yang berseberangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com