Penduduk Benua Australia pada 2022 berjumlah 25.499.884 jiwa (sumber : oriflameid.com)
Butuh kesabaran dan ekstra waktu untuk menjalani “prosesi” dan “ritual” mudik dari tempat perantauan ke kampung halaman.
Hanya saja “kesabaran” para pejuang rindu kerap “dimanfaatkan” maskapai, pengusaha bus dan jasa transportasi untuk menaikkan tarif tiket yang “ugal-ugalan”.
Keluhan Gubernur Aceh Nova Iriansyah soal mahalnya harga tiket pesawat terbang dari dan ke Banda Aceh hingga tembus Rp 9,6 juta untuk penerbangan Jakarta – Banda Aceh adalah sungguh wajar.
Harga tiket normal untuk penerbangan Jakarta – Banda Aceh biasanya Rp 2,6 juta.
Tidak salah jika Gubernur Nova melayangkan protes ke berbagai maskapai bahkan menyurati Presiden Joko Widodo (Kompas.com, 28/04/2022).
Usai dua tahun perekonomian warga babak belur dihajar pageblug, untuk mudik tahun ini memang cukup berat.
Tingkat pendapatan masyarakat masih kembang kempis. Istilahnya: “salary not up-up”. Yang berusaha di sektor swasta, sedang menata diri karena usaha mulai bangkit.
Yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) masih ke sana ke mari mencari lowongan pekerjaan.
Sementara kestabilan pendapatan hanya ditangguk oleh pegawai negeri sipil, walau mereka pun kerap mengeluh dengan keterbatasan perjalanan dinas dan minim mendapat cipratan “proyek” karena refocusing anggaran kementerian dan lembaga negara.
Bagi sebagian kalangan, urusan menempuh mudik dengan bersusah payah serta simpanan uang habis untuk berbagi di kampung kerap dianggap tidak masuk akal atau unlogic.
Bukankah mengucapkan rindu lewat whatsapp atau mengirim lewat transfer kini semudah menggerakkan jari saja? Kenapa harus bersusah payah dan berisiko?
Tersebutlah Alifatul Rohmah (27) seorang pemudik dari Banjarmasin. Untuk sampai ke kampung halamanya di Bangkalan, Madura, pekerja di sebuah rumah makan di ibu kota Kalimantan Selatan itu rela selama 24 jam menempuh perjalanan dengan kapal laut agar tiba di Surabaya.
Dari Surabaya, dia masih harus menghabiskan 3 jam perjalanan lagi melintas Jembatan Suramadu (Kompas.com, 01/05/2022).
Alifatul harus pulang karena selama dua tahun tidak bisa mudik karena wabah corona tengah mengganas.
Dia rindu dengan surganya, dengan sosok ibunya. Bagi Alifatul, ibu adalah manusia yang terkeramat sedunia.
“Ibarat cas baterai, sekarang saya mudik untuk ngecas baterai. Saya jelas akan bertemu dengan surga. Surga itu betul-betul berada di kaki ibu,” ungkap Alifatul.
Selain kangen dengan emaknya, Alifatul begitu merindu dengan olahan kerupuk udang sangrai khas Kwanyar, Bangkalan masakan ibunya.