JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah kasus korupsi yang diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap praktik rasuah itu dilakukan oleh sejumlah pelaku yang mempunyai hubungan keluarga.
Yang paling baru terungkap adalah operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Bupati Bogor Ade Yasin dan sejumlah pihak dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Rabu (27/4/2022). Ade diduga terlibat dalam kasus suap.
Ade mempunyai kakak bernama Rachmat Yasin yang juga terlibat kasus korupsi. Bahkan Rachmat menjadi terpidana dalam kasus suap sebesar Rp 4,5 miliar dalam tukar-menukar kawasan hutan PT Bukit Jonggol Asri (BJA) pada 2014, dan perkara gratifikasi untuk kepentingan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bogor pada 2013 dan Pemilu 2014.
Praktik korupsi yang melibatkan anggota keluarga bukan hanya terjadi di kalangan politikus. Hal itu bahkan merambah hingga kalangan pengusaha sampai aparat penegak hukum.
Kompas.com merangkum sejumlah kasus korupsi yang pelakunya merupakan kakak dan adik:
1. Ade Yasin dan Rachmat Yasin
Rachmat Yasin ditangkap KPK terkait kasus suap sebesar Rp 4,5 miliar dalam tukar-menukar kawasan hutan PT Bukit Jonggol Asri (BJA) pada pada 7 Mei 2014. Dalam kasus itu Rachmat divonis penjara selama 5 tahun 6 bulan pada 27 November 2014.
Rachmat juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 300 juta atau subsider tiga bulan kurungan penjara. Rachmat juga dikenai hukuman tambahan pencabutan hak dipilih selama dua tahun.
Selain itu, Rachmat juga dijerat dengan perkara gratifikasi untuk kepentingan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bogor pada 2013 dan Pemilu 2014 dari SKPD Kabupaten Bogor dengan total sekitar Rp 8,9 miliar.
Dalam perkara gratifikasi, hakim menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara serta pidana denda sebesar Rp 200 juta subsider 2 bulan penjara kepada Rachmat.
Sedangkan Ade Yasin yang merupakan adik dari Rachmat Yasin menjadi tersangka kasus dugaan suap terhadap 4 orang pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jawa Barat, setelah ditangkap oleh tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 27 April 2022.
KPK menetapkan 8 orang tersangka termasuk Ade setelah penangkapan. KPK juga menyita uang dalam pecahan rupiah sebesar Rp 1,024 miliar yang diduga untuk menyuap 4 auditor BPK itu.
Ade diduga memerintahkan 3 anak buahnya yakni Sekdis Dinas PUPR Bogor Maulana Adam; Kasubid Kas Daerah BPKAD Bogor Ihsan Ayatullah, dan PPK pada Dinas PUPR Kab. Bogor Rizki Taufik untuk menyuap 4 pegawai BPK supaya mendapatkan predikat audit wajar tanpa pengecualian.
Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Bogor Ade Yasin Tersangka Suap Auditor BPK
Sebab, laporan keuangan Pemkab Bogor tahun anggaran 2021 jelek dan bisa berdampak terhadap kesimpulan disclaimer. Salah satu penyebabnya adalah auditor BPK menemukan penyimpangan dalam proyek perbaikan jalan Kandang Roda-Pakansari yang masuk dalam program Cibinong City A Beautiful.
Sebanyak 4 pegawai BPK yang menjadi tersangka penerima suap dalam perkara itu adalah Anthon Merdiansyah selaku Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Kasub Auditorat Jabar III/Pengendali Teknis, Arko Mulawan selaku pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Ketua Tim Audit Interim Kab. Bogor, Hendra Nur Rahmatullah Karwita selaku pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Pemeriksa, Gerri Ginajar Trie Rahmatullah selaku pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Pemeriksa.
2. Ratu Atut Chosiyah dan Tubagus Chaeri Wardana Chasan
Praktik korupsi mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan, terkuak setelah KPK membongkar aksi suap dalam penanganan sengketa Pilkada Lebak, Banten, di Mahkamah Konstitusi (MK) yang melibatkan mantan Ketua MK Akil Mochtar.
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Ratu Atut 4 tahun penjara serta denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan karena terbukti menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Oleh Mahkamah Agung, hukuman Atut diperberat menjadi 7 tahun penjara.
Sedangkan Wawan divonis 5 tahun penjara dalam kasus suap sengketa Pilkada Lebak.
Selain itu, Wawan dan Atut masing-masing divonis 5 tahun dan 5,5 tahun penjara dalam kasus korupsi proses pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan Provinsi Banten pada APBD TA 2012 dan APBD-P TA 2012 yang merugikan negara Rp 79,78 miliar.
Wawan juga terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan alat kesehatan kedokteran umum Puskesmas pada Pemerintah Kota Tangerang Selatan tahun anggaran 2012 sebesar Rp 14,52 miliar.
Wawan juga terbukti menyuap 2 mantan Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husein dan Deddy Handoko, dan divonis 1 tahun penjara.
3. Andi Mallarangeng dan Choel Mallarangeng
Kakak-adik Andi Alfian Mallarangeng serta Andi Zulkarnaen Anwar Mallarangeng atau Choel Mallarangeng terbukti bersalah dalam kasus proyek Pusat Pendidikan dan Pelatihan serta Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. Dalam persidangan keduanya terbukti ikut mengarahkan proses pengadaan di proyek itu.
Dalam perkara itu, hakim menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta terhadap Andi pada 2014. Andi bebas pada Juli 2017.
Selain itu, hakim menjatuhkan vonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta kepada Choel pada 6 Juli 2017. MA memangkas hukuman Choel menjadi 3 tahun penjara usai setelah permohonan Peninjauan Kembali (PK) dikabulkan pada 19 Maret 2019.
4. Anggoro Widjojo dan Anggodo Widjojo
Anggoro Widjojo yang merupakan pemilik PT Masaro Radiokom menyuap 4 anggota Komisi IV DPR yaitu Azwar Chesputra, Al-Amin Nur Nasution, Hilman Indra, dan Fachri Andi Lelua.
Suap itu diberikan agar Anggoro memenangkan proyek sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) pada 2006-2007 di Departemen Kehutanan senilai Rp 180 miliar. Kasus itu terungkap oleh KPK tetapi Anggoro kabur dan sempat buron pada Juli 2009. Dia baru tertangkap 5 tahun kemudian.
Dalam proses penyidikan, adik Anggoro, Anggodo Widjojo, melaporkan dua pimpinan KPK saat itu yakni Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah kepada Polri dengan tuduhan memeras. Laporan itu bertujuan menghambat penyidikan kasus suap sang kakak.
Bibit dan Chandra kemudian sempat dijadikan tersangka dan ditahan penyidik Bareskrim Polri. Karena polemik itu hubungan antara KPK dan Polri sempat meruncing.
Saat itu juga beredar rekaman pembicaraan yang memperlihatkan Anggodo akan bersekongkol dengan kejaksaan untuk memperkarakan Bibit dan Chandra.
Akan tetapi, Anggodo akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena merintangi penyidikan terhadap Anggoro.
Pada Agustus 2010, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 4 tahun penjara bagi Anggodo. Namun, dia mengajukan banding.
Dalam proses banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan vonis 5 tahun penjara. Anggodo lantas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Di tingkat kasasi, Anggodo divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta pada tahun 2011. Dia bebas pada 2015 dan meninggal dunia pada September 2018.
Setelah tertangkap di Shenzen, China, Anggoro kemudian dipulangkan ke Indonesia dan diadili. Dia lantas divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta.
5. Ahmad Hidayat Mus dan Zainal Mus
Mantan Gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus dan sang adik yang merupakan mantan Bupati Banggai, Sulawesi Tengah, Zainal Mus, menjadi terpidana dalam korupsi proyek fiktif pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD Kabupaten Kepulauan Sula 2009.
Keduanya divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
6. Eks Bupati Mesuji Khamami dan Taufik Hidayat
KPK melakukan operasi tangkap tangan pada 23 Januari 2019 terhadap Bupati Mesuji Khamami dan adiknya, Taufik Hidayat, dalam kasus suap proyek infrastruktur di Dinas PUPR Mesuji.
Khamami kemudian diadili dan divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 5 bulan kurungan pada 5 September 2019. Sedangkan sang adik divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Hakim menyatakan keduanya terbukti menerima suap sebesar Rp 1,28 miliar dari kontraktor Direktur PT Subanus Sibron Aziz, Kardinal, dan Darmawan. Sibron divonis 2,3 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan penjara.
7. Billy Sindoro dan Eddy Sindoro
Pada Selasa (5/3/2019), majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung menghukum Billy Sindoro dengan pidana penjara selama 3,5 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan.
Billy terbukti menyuap Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin dan jajarannya di Pemerintahan Kabupaten Bekasi. Hakim menyebut, uang yang mengalir sebesar Rp 16 miliar dan 270.000 dollar Singapura, untuk memuluskan perizinan proyek Meikarta yang dimiliki Lippo Group.
Hari berikutnya, yakni pada Rabu (6/3/2019), giliran sang kakak, Eddy Sindoro yang dijatuhi hukuman. Mantan petinggi Lippo Group itu divonis 4 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Eddy yang usianya terpaut 3 tahun lebih tua dari Billy itu juga dihukum membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Eddy Sindoro terbukti memberikan uang sebesar Rp 150 juta dan 50.000 dollar Amerika Serikat kepada panitera pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Pada 2008, Billy juga pernah dijatuhi vonis 3 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menyuap Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M Iqbal sebesar Rp 500 juta, terkait kasus hak siar Liga Inggris.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.