Diberitakan sebelumnya, sejumlah pihak mendesak ditundanya pembentukan 3 provinsi baru di Papua, yaitu Papua Tengah, Pegunungan Tengah, dan Papua Selatan.
Pemekaran wilayah ini sudah disahkan di Badan Legislatif DPR RI sebagai rancangan undang-undang (RUU) inisiatif DPR.
Desakan pertama datang dari Majelis Rakyat Papua (MRP), lembaga negara yang atas amanat otonomi khusus menjadi representasi kultural orang asli Papua (OAP).
Selain menganggap pemekaran wilayah bukan solusi atas masalah di Papua, MRP menilai bahwa tidak etis bagi DPR untuk melanjutkan rencana itu.
Baca juga: UU Otsus Masih Diuji Materi di MK, DPR Didesak Tunda Pemekaran Provinsi Baru di Papua
Alasannya, salah satu dasar hukum dilakukannya pemekaran wilayah di Papua adalah Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otsus Papua yang masih berproses di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Nomor 47/PUU-XIX/2021.
Dikutip dari laman MK, para pemohon memohon pengujian beberapa pasal, seperti Pasal 6 ayat (2), Pasal 6A, Pasal 28, Pasal 38, Pasal 59 ayat (3), Pasal 68A, Pasal 76 dan Pasal 77 UU Otsus 2021.
"Berhenti dulu sampai ada putusan MK yang pasti, final. Kalau sedang diperkarakan jangan dulu proses," kata Ketua MRP Timotius Murib dalam diskusi virtual yang dihelat Public Virtue Institute, Kamis (14/4/2022).
Sejak Agustus 2021, MRP mengajukan gugatan uji materi ke MK tentang UU Otsus 2021, yang merupakan revisi kedua atas UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001 yang pertama kali diteken pada 2001.
Selain itu, pembentukan 3 provinsi baru di Papua juga disebut tanpa melibatkan MRP.
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional, Usman Hamid, meminta pemerintah dan parlemen menghormati MRP sebagai representasi kultural OAP serta bersabar hingga ada putusan MK tentang UU Otsus 2021.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.