Lantaran baru pertama kali berlebaran di Jakarta, ia belum tahu apa yang akan terjadi di Ibu Kota ketika Idul Fitri menjelang.
Sopir Yahya saat itu juga berstatus pendatang. Segalanya serba baru untuk mereka.
Keduanya menjalani hari-hari dengan tenang-tenang saja, seolah tak akan ada masalah yang menimpa, besar maupun kecil.
Baca juga: Cerita Sulastri Tertinggal Bus Mudik Gratis Polda Metro Jaya: Saya Kira Ngaret...
“Saya santai saja. Enggak ada istri yang masak, ya kita jajan untuk makan,” kata Yahya.
Langit perlahan temaram, menandakan bahwa waktu berbuka puasa untuk kali terakhir di milenium baru akan segera tiba.
Yahya dan sopirnya bersiap berburu menu berbuka puasa, seperti hari-hari sebelumnya setelah istri dan anaknya pulang kampung.
Bersama sopirnya, Yahya berkeliling. Tapi, kali ini, upaya itu berlangsung agak lebih lama daripada sore-sore yang sudah-sudah.
“Enggak ada warung buka sama sekali!” ungkap Yahya dengan mimik muka serius ketika disambangi ke kantornya.
Hanya satu cara yang bisa ia lakukan sore itu, yaitu berkeliling lebih lama lagi. Hasilnya setali tiga uang.
“Enggak ada warung yang buka, sama sekali,” kata Yahya lagi, “enggak ada apa, gitu, kek.”
Yahya mengaku, sore itu dirinya betul-betul dilanda gundah. Hari sudah gelap dan adzan maghrib sudah berlalu cukup lama, namun kini justru gantian perutnya yang bertalu-talu kelaparan.
“Enggak bisa makan saya sampai malam. Minta ampun,” tutur Yahya.
Walakin, gara-gara di rumahnya pun tidak ada apa pun untuk dimasak, maka jurus pamungkas terpaksa dipakai, yaitu lari ke dapur darurat.
“Pertolongan daruratnya di Istana. Kebetulan kan presidennya yang punya Istana,” kata Yahya sambil tertawa.
Gus Dur memang sosok yang dikenal suka makan lezat. “Hobi”-nya itu pernah terganggu karena dokter memintanya menjaga asupan akibat penyakit yang dideritanya.