Oleh sebab itu, gerakan mahasiswa yang independen dan murni dari kepentingan politik praktis justru saat ini lebih dibutuhkan ketimbang membuat partai baru yang tak jelas asal-usul dan masa depannya.
Baca juga: Sindir Partai Mahasiswa Indonesia, BEM SI: Kalau Sudah Lulus Ganti Nama
“Solusinya bukan jadi partai. Siapa nanti yang akan menggerakan (kekuatan) ekstraparlementer?” lanjutnya.
Meski mengkritik pembentukan Partai Mahasiswa Indonesia, Kaharuddin menyebut bahwa preseden ini justru membuat gerakan-gerakan mahasiswa bersatu kembali.
Saat ini, fakta di lapangan memang menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa terbagi menjadi beberapa aliansi dalam hal menyuarakan aspirasi, seperti kemunculan Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) dan BEM Nusantara kubu Dimas Prayoga, meski masing-masing aliansi masih saling menghormati keberadaan satu sama lain.
Gerakan mahasiswa, menurutnya, harus dijaga kemurniannya dari kepentingan politik praktis dan hal ini selalu dijaga dalam setiap konsolidasi.
Hal itu dibuktikan dengan syarat mutlak dalam pemilihan presiden-presiden mahasiswa atau ketua-ketua BEM yang tergabung dalam BEM SI, kata Kaharuddin, yaitu tidak terlibat politik praktis dan tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik.
“Yang aktif di gerakan (mahasiswa) harusnya tidak masuk lingkaran (politik praktis). Yang menjadi anggota partai di sana (Partai Mahasiswa Indonesia), apakah tidak menjaga hal tersebut?” ungkapnya.
Baca juga: BEM Nusantara Khawatir Partai Mahasiswa Indonesia Bajak Gerakan Mahasiswa Sungguhan
Kemurnian gerakan mahasiswa dari politik praktis diakui Kaharuddin membuat aliansi-aliansi mahasiswa selama ini tak terpikir untuk membuat partai politik.
Tak heran, Kaharuddin mencurigai intervensi politik di balik pembentukan partai tersebut. Ia sendiri menampik pernah berkomunikasi dengan Eko.
“Kita tidak tahu, ya, karena saat aksi pun ada perjumpaan (Eko Pratama dengan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden, Wiranto). Kita tidak ingin berburuk sangka. Tapi itu kenyataan yang ada saat ini, tentu ada kepentingan 2024 di sana,” ungkapnya.
“Siapa lagi yang dipercaya jika independensi mahasiswa tidak ada? Mahasiswa bergerak atas dasar keberanian dari hati nurani sebagaimana melihat masyarakat sekitar, melihat apa yang terjadi dari kebijakan-kebijakan pemerintah,” tutup Kaharuddin.
Kompas.com melayangkan permohonan wawancara kepada Eko sejak kemarin, namun yang bersangkutan belum menanggapi hingga artikel ini disusun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.