Dalam peraturan ini, pendirian rumah ibadah harus didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk.
Pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.
Selain itu, ada juga persyaratan khusus yang harus dipenuhi terkait pendirian rumah ibadah, yaitu:
Jika persyaratan pertama terpenuhi sedangkan persyaratan kedua belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah.
Persyaratan ini diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadah kepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadah.
Dalam peraturan, bupati/walikota wajib memberikan keputusan paling lambat 90 hari sejak permohonan pendirian rumah ibadah diajukan.
Jika terdapat rumah ibadah yang memiliki IMB namun harus dipindahkan karena perubahan rencana tata ruang wilayah, pemerintah daerah akan memfasilitasi penyediaan lokasi baru.
Perselisihan yang terjadi akibat pendirian rumah ibadah harus diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat setempat.
Jika tidak ada hasil yang dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan bupati/walikota dibantu kepala kantor departemen agama melalui musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat FKUB.
Apabila perselisihan masih belum selesai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan setempat.
Referensi:
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah