Khusus tentang hal ini, sebenarnya tidak akan ada masalah serius yang harus dihadapi. Perjanjian mencakup pengelolaan FIR Singapura adalah merupakan domain dari regulasi penerbangan sipil internasional.
Dengan demikian, seharusnya tidak akan menghambat pengelolaan penerbangan militer di wilayah itu.
Wilayah yang berstatus “critical border” yang setiap saat dapat muncul masalah sengketa perbatasan atau border dispute.
Berapa sering terjadi pelanggaran wilayah di kawasan tersebut yang tidak hanya di udara akan tetapi juga di perairan sebagai lahan pencurian ikan dan kekayaan laut lainnya oleh banyak negara.
Penyebab perang terbesar sepanjang sejarah umat manusia adalah banyak berkaitan dengan sengketa perbatasan.
Apabila kita cukup cerdas, maka sebenarnya dalam perjanjian internasional mengenai FIR Singapura mungkin kita tidak dirugikan sekali dalam implementasinya.
Seorang peneliti Universitas Indonesia mengungkapkan bahwa ternyata ada sebuah dokumen penting pada tahun 1948 antara otoritas penerbangan Hindia Belanda dengan otoritas penerbangan pemerintah kolonial Inggris di Singapura.
Dokumen penting tersebut menyebut tentang komitmen Pemerintah Inggris di Singapura yang disetujui pada South East Asia Regional Meeting pada tahun 1948.
Tercatat bahwa Pemerintah Belanda menyampaikan keberatan atas masuknya sebagian ruang udara di atas Riau dan seluruh ruang udara di atas kepulauan Riau ke pengelolaan FIR Singapura.
Untuk itu, Pemerintah Belanda meminta untuk dituliskan beberapa hal penting dalam Agreed Minutes atau Notula yang disetujui oleh semua delegasi pada pertemuan tersebut.
Salah satu poin penting tercatat adalah tentang jaminan segala bentuk prosedur operasional yang merupakan tambahan atau turunan dari pengoperasian FIR Singapura menjamin kendali lalu lintas penerbangan militer dari dan di dalam wilayah Indonesia harus dikendalikan melalui ATC Militer di Tanjung Pinang.
Selain itu harus ada jaminan komitmen ATC Singapura untuk membuat Block Clearance untuk memprioritaskan lalu lintas penerbangan militer di Ruang Udara Riau yang dikelola oleh ATC Singapura.
Jadi sama sekali tidak seperti yang sekarang berlaku bahwa penerbangan militer Indonesia harus meminta ijin terlebih dahulu ke otoritas penerbangan Singapura.
Dokumen penting yang tersimpan di Arsip Nasional Belanda ini, sepatutnya juga tersimpan dengan rapih di Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
Dengan demikian, maka keberadaan FIR Singapura tidak terlalu merugikan Indonesia terutama dalam pengelolaan penerbangan militer yang menjalankan tugas pokoknya menjaga kedaulatan negara di udara.