Sebelumnya, pertengahan Maret lalu, Kemendag sempat gembar-gembor soal mafia minyak goreng.
Dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (17/3/2022), Mendag mengungkap bahwa ada pihak yang mengalihkan minyak subsidi ke minyak industri dan mengekspor minyak goreng ke luar negeri.
Pihak-pihak ini juga mengemas ulang minyak goreng agar bisa dijual dengan harga yang tak sesuai harga eceran tertinggi (HET).
Mereka itulah yang Lutfi sebut sebagai mafia minyak goreng.
"Ada orang-orang yang tidak sepatutnya mendapatkan hasil dari minyak goreng ini. Misalnya minyak goreng yang seharusnya jadi konsumsi masyarakat masuk ke industri atau diselundupkan ke luar negeri," kata Lutfi kala itu.
Dalam rapat tersebut, Lutfi sempat menjanjikan bahwa tersangka mafia minyak goreng akan diumumkan pada Senin (21/3/2022).
Janji soal tersangka mafia minyak goreng itu disampaikan Lutfi setelah mendapat bisikan dari Indrasari Wisnu Wardhana yang kini justru ditetapkan sebagai tersangka.
"Jadi, Pak Ketua, saya baru dikasih tau oleh Pak Dirjen Perdagangan Luar Negeri, hari Senin sudah ada calon tersangkanya," ucap Lutfi.
Lutfi kala itu mengaku telah memberikan data terkait praktik mafia minyak goreng ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri agar dapat diproses hukum.
Kendati demikian, hingga waktu yang dijanjikan oleh Mendag, tidak ada satu pun tersangka mafia minyak goreng yang diumumkan.
Pihak kepolisian justru bertanya-tanya mengenai pernyataan Lutfi. Berbeda dari Kemendag, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim kala itu mengaku belum menerima data dan temuan soal dugaan mafia minyak goreng.
Baca juga: Perintah Jokowi Usut Tuntas Mafia, Akui Ada Permainan di Balik Mahalnya Minyak Goreng
Selang satu bulan, tersangka korupsi minyak goreng justru diumumkan datang dari internal Kemendag sendiri.
Namun demikian, Kompas.com menghubungi Lutfi, Rabu (20/4/2022), dan bertanya apakah sosok mafia minyak goreng yang sempat dijanjikan adalah Indrasari Wisnu Wardhana atau bukan, Lutfi tak memberikan jawaban.
Oleh Kejagung RI, Indrasari diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menerbitkan persetujuan ekspor komoditi crude palm oil (CPO) dan produk turunannya ke Permata Hijau Group Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas.
Padahal, ketiga perusahaan itu belum memenuhi syarat domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) untuk diberi izin persetujuan ekspor.