"Jadi hak saya sebagai masyarakat, sebagai pemohon, sudah dibasmi, sudah dibatasi dengan dipindahnya ibu kota. Tadinya saya melihat Istana Kepresidenan secara dekat, tetapi setelah pindah ke Kalimantan, saya tidak bisa lagi melihat. Itu kerugian yang saya alami," ujar Mulak.
Kerugian berikutnya, menurut Mulak, ia tak lagi bisa melakkan konsultasi terkait perencanaan kota dan kasus-kasus tata ruang di daerah dengan Kementerian ATR/BPN.
"Saya tidak bisa lagi konsultasi karena Kementerian ATR pindah. Dalam hal ini hak saya dipreteli, dibatasi, tidak bisa lagi melihat kantor kementerian," ujar Mulak.
Namun demikian, ia tidak menguraikan secara lebih lanjut mengenai alasan-alasan permohonan uji materi tersebut.
Baca juga: Seorang Warga Adat Terdampak Ibu Kota Baru Ikut Gugat UU IKN ke MK
Setelah memaparkan berkas permohonan tersebut, Mulak pun mendapatkan berbagai nasihat dan masukan terkait berkas permohonan dari Hakim Konsitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P Foekh.
Mulak yang mengaku mendapatkan gelar insinyur dari salah satu universitas di Bandung tersebut diminta untuk merevisi secara keseluruhan berkas permohonannya.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, Mulak harus mempelajari Pasal 22 A UUD 1945 yang menjelaskan mengenai uji formil, UU Nomor 12 Tahun 2011 juncto UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, serta Peraturan Mahkamah Konsitusi (PMK) Nomor 2 tahun 2021.
Arief pun mengatakan, Mulak sekiranya perlu didampingi oleh kuasa hukum yang benar-benar memahami persyaratan formil permohonan serta syarat materil permohonan dari sisi narasi.
"Karena saya melihat permohonan Perkara 47 ini sangat-sangat sederhana, dan tidak memenuhi syarat formal suatu permohonan pengujian, dari sisi materil juga belum menguraikan hal-hal yang mestinya harus diuraikan sehingga hakim bisa berpendapat permohonan ini tidak perlu dipertimbangkan, oleh karena itu betul-betul harus dilakukan revisi," jelas Arief.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.