Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Diminta Jeli Baca Syarat Sebelum Gunakan Aplikasi Gratis

Kompas.com - 19/04/2022, 16:12 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar digital forensik Ruby Alamsyah mengatakan, masyarakat harus mulai jeli dan cermat sebelum memasang (install) atau menggunakan aplikasi gratis. Sebab menurut dia, para pengembang aplikasi gratis itu kemungkinan besar akan menggunakan data para penggunanya untuk melakukan monetisasi atau proses mengubah sesuatu menjadi pendapatan bagi diri sendiri alias dikomersilkan.

"Semua aplikasi itu kan gratis. Kenapa bisa gratis? Karena mereka akan mencoba mengumpulkan data pengguna untuk di-monetize untuk keuntungan mereka," papar Ruby seperti dikutip dari Kompas TV, Selasa (19/4/2022).

Menurut Ruby, perkembangan digitalisasi dalam semua aspek kehidupan membuat perlindungan data pribadi menjadi hal yang semakin penting dilakukan. Sebab, banyak pihak yang memanfaatkan data pribadi untuk keuntungan mereka.

Baca juga: Keamanan Data PeduliLindungi Wajib Dijaga Karena Jadi Incaran Peretas

Ruby mengatakan, platform online seperti Google mendapatkan penghasilan 80 persen dari iklan. Google menjadi perusahaan favorit pengiklan, karena mampu mengenali kebutuhan masyarakat dengan spesifik, sesuai dengan kebutuhan mereka.

Hal itu dilakukan Google dengan melakukan riset terhadap kebiasaan pengguna melalui data pribadi, penelusuran kecenderungan situs yang kerap diakses, dan faktor-faktor lainnya.

"Nah boleh enggak secara hukum praktik seperti itu? Harusnya dilarang kalau tidak diketahui orang tersebut. Tapi kan kalau pakai aplikasi, saat awal menggunakannya, kita sudah setuju dengan term and condition nya yang tidak kita baca," kata Ruby.

"Padahal di term and condition itu, mereka menyatakan data kita akan dipakai untuk dimonetize dengan cara apapun," tambah Ruby.

Baca juga: Soal Tudingan Langgar HAM, Pemerintah Diminta Tegas Nyatakan PeduliLindungi Hanya untuk Tracing Covid-19

Sebuah perusahaan yang berfokus pada keamanan data digital pribadi, Clarion, merilis daftar 10 aplikasi yang paling banyak menggunakan data pribadi pengguna untuk iklan. Mereka adalah Facebook, Instagram, Tinder, Grindr, Uber, Strava, Tesco, Spotify, MyFitnessPal, dan Jet2.

Terkait laporan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat yang menyebut aplikasi PeduliLindungi berpotensi melanggar privasi penggunanya, Ruby mengatakan, selama data pribadi pengguna hanya digunakan untuk kepentingan pengendalian Covid-19 maka tidak ada aturan yang dilanggar.

"Nah kalau PeduliLindungi enggak boleh monetize, harusnya buat urusan Covid aja. Kalau ada bukti monetize, itu baru melanggar. Tapi kan sampai sekarang enggak ada buktinya," ucap Ruby.

Pada akhir pekan lalu muncul laporan dari Kementerian Luar Negeri AS yang diunggah di laman resminya tentang penegakan HAM di negara-negara yang menerima bantuan dari AS dan anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sepanjang 2021.

Dalam laporan terkait praktik HAM di Indonesia, sejumlah organisasi nonpemerintah (NGO/LSM) merasa khawatir terhadap informasi yang dihimpun oleh aplikasi PeduliLindungi dan bagaimana data itu disimpan dan digunakan pemerintah.

Laporan itu membahas adanya intervensi pemerintah terhadap privasi, keluarga, dan urusan rumah tangga yang dilakukan secara acak dan ilegal.

Baca juga: Dugaan Pelanggaran HAM Aplikasi PeduliLindungi yang Disorot AS Dinilai Tak Berdasar

Meski demikian, laporan itu tidak merinci potensi pelanggaran HAM yang dimaksud, dan tidak menyebut secara lengkap sumber keluhan atau laporan.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menjadi salah satu pengguna data PeduliLindungi membantah tuduhan soal pelanggaran HAM.

Menurut Juru bicara Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, tudingan itu tidak berdasar.

“Tuduhan aplikasi ini tidak berguna dan juga melanggar hak asasi manusia (HAM) adalah sesuatu yang tidak mendasar," tutur Nadia dalam keterangan resminya Jumat (15/4/2022).

Menurutnya, laporan asli dari Kemenlu AS tidak menuduh penggunaan aplikasi PeduliLindungi melanggar HAM. Namun, kata Nadia, ada pihak-pihak tertentu yang kemudian memberikan kesimpulan tersendiri.

"Kami memohon agar para pihak berhenti memelintir seolah-olah laporan tersebut menyimpulkan adanya pelanggaran,” ujar Nadia.

Baca juga: Komnas HAM: Tak Ada Laporan Pelanggaran HAM karena Aplikasi PeduliLindungi

Terkait hal itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menyatakan, tidak ada negara yang sempurna dalam isu hak asasi manusia (HAM), termasuk Amerika Serikat (AS).

"Tidak ada negara yang sempurna atas isu HAM, tidak juga AS," kata Faizasyah saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (16/4/2022).

Ia justru bertanya balik kepada AS, apakah tidak ada isu pelanggaran HAM di negara berjuluk Negeri Paman Sam tersebut.

"Apakah tidak ada kasus HAM di AS, serius?" ujar Faizasyah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com