Di sisi lain, Zudan mengatakan, mereka kini menerapkan akses berbayar terhadap nomor induk kependudukan (NIK) sebesar Rp 1.000 bagi sektor usaha berorientasi laba. Contohnya seperti perbankan, asuransi, pasar modal, sampai sekuritas.
Sedangkan untuk kementerian/lembaga pemerintah, pemda, dan lembaga pelayanan publik seperti BPJS Kesehatan dan RSUD tetap gratis.
Zudan menjelaskan, penetapan biaya jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan tersebut untuk menjaga agar sistem tetap hidup. Pasalnya, beban pelayanan Dukcapil kian bertambah, sementara APBN terus turun.
"Selain itu, juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan akurasi data. Sebab, beban pelayanan makin bertambah. Jumlah penduduk dan jumlah lembaga pengguna yang dulu hanya 30 sekarang 5.010 lembaga yang sudah kerja sama, namun anggaran APBN terus turun," kata Zudan.
Baca juga: Warga Bisa Urus Kehilangan Akta Kelahiran di Dukcapil Sesuai Domisili KTP
Menurut Zudan, dana yang didapatkan dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atas penarikan biaya NIK tersebut hanya untuk menambah penerimaan agar sistem Dukcapil tetap terjaga, bukan sumber utama pendapatan.
Untuk itu, pihaknya tak memasang target pendapatan dari penarikan biaya Rp 1.000 atas jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan tersebut.
"PNBP akan dimanfaatkan untuk perawatan dan peremajaan infrastruktur server dan storage Ditjen Dukcapil dalam melayani masyarakat dan lembaga pengguna," ujar Zudan.
(Penulis : Mutia Fauzia | Editor : Bagus Santosa, Kristian Erdianto)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.