JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi mendesak pemerintah tak menjadikan revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undagan (RUU PPP) sebagai alat untuk melegitimasi UU Cipta Kerja.
Pasalnya, kata Fajri, revisi UU PPP sebagai preseden buruk praktik legislasi di masa pandemi lantaran gagal menyasar perbaikan tata kelola regulasi.
"Secara substansi, revisi UU PPP kontraproduktif dengan upaya menyelesaikan permasalahan tata kelola perundang-undangan di Indonesia," ujar Fajri Nursyamsi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (15/4/2022).
Baca juga: Pakar: Ironis, Revisi UU PPP untuk Perbaikan UU Ciptaker tetapi Tak Ada Partisipasi Bermakna
Ia mengungkapkan, pemerintah dan DPR hanya berfokus pada persoalan hiper-regulasi yang terdapat dalam tata kelola regulasi di Indonesia yang dinilai bisa diselesaikan dengan metode omnibus.
Padahal, ia menilai penggunaan metode omnibus tak menyelesaikan masalah hiper-regulasi tersebut.
Fajri pun berkaca pada UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Keberadaan Undang-Undang omnibus tidak dapat mencegah kelahiran regulasi baru dalam jumlah banyak. Belasan peraturan turunan lahir sebagai amanat dari UU Cipta Kerja. Selain itu, UU Cipta Kerja juga tidak mengurangi jumlah Undang-Undang, melainkan hanya mengubah sebagian ketentuan dalam 80 undang-undang lainnya," ujar Fajri.
Untuk itu, PHSK pun mendesak DPR untuk tidak menyetujui revisi UU PPP menjadi Undang-Undang di dalam pembicaran tingkat dua pada rapat paripurna masa sidang mendatang.
Selain itu, PSHK juga meminta DPR dan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan tata kelola pembentukan peraturan perundang-undangan di internal pemerintah.
Baca juga: Revisi UU PPP Dinilai Melawan Putusan MK soal UU Cipta Kerja
"PSHK juga meminta pemerintah untuk tidak menjadikan revisi UU PPP sebagai alat untuk melegitimasi UU Cipta Kerja, karena berdasarkan putusan MK, pemerintah seharusnya menyesuaikan UU Cipta Kerja dengan ketentuan dalam UU PPP yang saat ini berlaku dan membahas ulang substansinya," jelas Fajri.
Terakhir, PSHK juga meminta pemerintah dan DPR untuk memperbaiki tata kelola peraturan perundang-undangan secara menyeluruh.
"Serta tidak memanfaatkan momentum perubahan UU PPP ini untuk melegitimasi kepentingan politik jangka pendek," ucap Fajri.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.