Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/04/2022, 22:29 WIB
Mutia Fauzia,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi mendesak pemerintah tak menjadikan revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undagan (RUU PPP) sebagai alat untuk melegitimasi UU Cipta Kerja.

Pasalnya, kata Fajri, revisi UU PPP sebagai preseden buruk praktik legislasi di masa pandemi lantaran gagal menyasar perbaikan tata kelola regulasi.

"Secara substansi, revisi UU PPP kontraproduktif dengan upaya menyelesaikan permasalahan tata kelola perundang-undangan di Indonesia," ujar Fajri Nursyamsi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (15/4/2022).

Baca juga: Pakar: Ironis, Revisi UU PPP untuk Perbaikan UU Ciptaker tetapi Tak Ada Partisipasi Bermakna

Ia mengungkapkan, pemerintah dan DPR hanya berfokus pada persoalan hiper-regulasi yang terdapat dalam tata kelola regulasi di Indonesia yang dinilai bisa diselesaikan dengan metode omnibus.

Padahal, ia menilai penggunaan metode omnibus tak menyelesaikan masalah hiper-regulasi tersebut.

Fajri pun berkaca pada UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Keberadaan Undang-Undang omnibus tidak dapat mencegah kelahiran regulasi baru dalam jumlah banyak. Belasan peraturan turunan lahir sebagai amanat dari UU Cipta Kerja. Selain itu, UU Cipta Kerja juga tidak mengurangi jumlah Undang-Undang, melainkan hanya mengubah sebagian ketentuan dalam 80 undang-undang lainnya," ujar Fajri.

Untuk itu, PHSK pun mendesak DPR untuk tidak menyetujui revisi UU PPP menjadi Undang-Undang di dalam pembicaran tingkat dua pada rapat paripurna masa sidang mendatang.

Selain itu, PSHK juga meminta DPR dan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan tata kelola pembentukan peraturan perundang-undangan di internal pemerintah.

Baca juga: Revisi UU PPP Dinilai Melawan Putusan MK soal UU Cipta Kerja

"PSHK juga meminta pemerintah untuk tidak menjadikan revisi UU PPP sebagai alat untuk melegitimasi UU Cipta Kerja, karena berdasarkan putusan MK, pemerintah seharusnya menyesuaikan UU Cipta Kerja dengan ketentuan dalam UU PPP yang saat ini berlaku dan membahas ulang substansinya," jelas Fajri.

Terakhir, PSHK juga meminta pemerintah dan DPR untuk memperbaiki tata kelola peraturan perundang-undangan secara menyeluruh.

"Serta tidak memanfaatkan momentum perubahan UU PPP ini untuk melegitimasi kepentingan politik jangka pendek," ucap Fajri.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jika Jadi Presiden, Prabowo Janji Rangkul Semua Kekuatan di Indonesia

Jika Jadi Presiden, Prabowo Janji Rangkul Semua Kekuatan di Indonesia

Nasional
Pesan ke Kader dan Relawan, Prabowo: Kampanye 65 Hari Lagi, Jangan Terkecoh Elite Nyinyir

Pesan ke Kader dan Relawan, Prabowo: Kampanye 65 Hari Lagi, Jangan Terkecoh Elite Nyinyir

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': Elektabilitas Gibran 37,3 Persen, Mahfud 21,6 Persen, Muhaimin 12,7 Persen

Survei Litbang "Kompas": Elektabilitas Gibran 37,3 Persen, Mahfud 21,6 Persen, Muhaimin 12,7 Persen

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': Elektabilitas Prabowo Meningkat, Ganjar dan Anies Alami Penurunan

Survei Litbang "Kompas": Elektabilitas Prabowo Meningkat, Ganjar dan Anies Alami Penurunan

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': Elektabilitas Prabowo-Gibran 39,3 Persen, Anies-Muhaimin 16,7 Persen, Ganjar-Mahfud 15,3 Persen

Survei Litbang "Kompas": Elektabilitas Prabowo-Gibran 39,3 Persen, Anies-Muhaimin 16,7 Persen, Ganjar-Mahfud 15,3 Persen

Nasional
[GELITIK NASIONAL] Gaduh Debat Capres-Cawapres: Perubahan Format dan Polemik Saling Sanggah

[GELITIK NASIONAL] Gaduh Debat Capres-Cawapres: Perubahan Format dan Polemik Saling Sanggah

Nasional
Membaca Dua Survei Elektabilitas Capres-Cawapres: Prabowo-Gibran Unggul

Membaca Dua Survei Elektabilitas Capres-Cawapres: Prabowo-Gibran Unggul

Nasional
[POPULER NASIONAL] Hasto Sebut Prabowo Tak Bisa Blusukan Sebab Bukan PDI-P | Ancaman Resesi Demokrasi

[POPULER NASIONAL] Hasto Sebut Prabowo Tak Bisa Blusukan Sebab Bukan PDI-P | Ancaman Resesi Demokrasi

Nasional
Gibran Klaim Dapat Arahan dari Said Aqil Siradj

Gibran Klaim Dapat Arahan dari Said Aqil Siradj

Nasional
Said Aqil Siradj Doakan Gibran Diberi Kekuatan untuk Capai Tujuannya

Said Aqil Siradj Doakan Gibran Diberi Kekuatan untuk Capai Tujuannya

Nasional
Sekjen PDI-P: Seorang Pemimpin Tak Boleh Bersikap Otoriter

Sekjen PDI-P: Seorang Pemimpin Tak Boleh Bersikap Otoriter

Nasional
Jokowi dan Ma'ruf Amin Tak Hadiri Peringatan Hari HAM Sedunia di Lapangan Banteng

Jokowi dan Ma'ruf Amin Tak Hadiri Peringatan Hari HAM Sedunia di Lapangan Banteng

Nasional
Gibran Akui Materi Debat Perdana Capres-Cawapres Tak Berat

Gibran Akui Materi Debat Perdana Capres-Cawapres Tak Berat

Nasional
KPK Sesalkan Terpidana Korupsi Eks Wali Kota Batu Dikebumikan di Taman Makam Pahlawan

KPK Sesalkan Terpidana Korupsi Eks Wali Kota Batu Dikebumikan di Taman Makam Pahlawan

Nasional
Anis Matta: Tugas Partai Gelora Kembalikan Basis Dukungan Prabowo pada 2014 dan 2019

Anis Matta: Tugas Partai Gelora Kembalikan Basis Dukungan Prabowo pada 2014 dan 2019

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com