Kala hati nurani telah mati
Apapun akan dilakoni
Untuk memenuhi segala hasrat diri
Meski itu salah dia tak perduli
Meski itu akan menyakiti
Dia tak akan menyadari
Segalanya akan dipungkiri
Meskipun kenyataan akan merintangi
Kala hati nurani telah mati
Tak akan lagi harga diri
Harga diri telah mati
Harga diri telah terkubur rapi
Penggalan puisi “Kala Hati Nurani Telah Mati” karya Aris Azwar ini sepertinya pantas dilekatkan untuk para begundal “perusak” perjuangan adik-adik mahasiswa yang tengah demo pada 11 April 2022 lalu.
Mereka bukan mahasiswa, apalagi kalangan terdidik yang mengedepankan intelektualitas, tetapi pamer otot menganiaya intelektual kritis: Ade Armando.
Orang boleh berbeda pendapat dengan logika berpikir Ade Armando, tetapi tidak boleh membalas dengan tendangan dan gamparan.
Orang bisa tidak suka dengan komentar kritis Ade Armando, tetapi tidak punya hak melakukan sepakkan, bahkan bogem mentah kepada tubuh lemah tak berdaya akibat kebrutalan tanpa otak.
Sama ketika kita “marah” dan muak dengan kabar awal penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet yang nangis terisak karena mukanya “bentol-benjut” karena dianiaya sejumlah orang.
Walau ternyata hanya “rekayasa” sejumlah politisi busuk dan konsultan tengik, tak urung kita terlanjur geram dengan aksi kekerasan tersebut.
Atas nama “kebenaran” sepihak versi orang-orang barbar bahkan lupa kalau 11 April 2022 adalah hari ke-9 Ramadhan – bulan suci umat Islam menjalankan puasa – mereka menyerukan kalimat tauhid dan bersorak kalau darah Ade Armando halal untuk dibunuh sembari menganiaya raga lemah dosen Departemen Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) itu.
Entah ajaran dan agama apa yang dianut para begundal. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyebut tindakan kekerasan dan main hakim sendiri tidak dapat dibenarkan.
Islam melarang tindakan kekerasan sekalipun dilandasi ketidaksukaan terhadap seseorang. Islam melarang manusia melakukan kekerasan atau menyakiti orang yang tidak bersalah.
Betapapun tidak suka, seseorang tidak boleh berbuat kejam kepada orang lain (Detik.com, 12 April 2022).
Sementara Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Niam menganggap tindakan anarkis apalagi mencelakai Ade Armando sangat bertentangan dengan Islam.
Tindakan menegakkan kebenaran atau amar ma’ruf harus dilakukan dengan cara yang benar dan tidak boleh mengamcam jiwa (Voi.id, 12 April 2022).
Sejak awal, aksi unjuk rasa Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) akan ditunggangi pihak luar ramai dikhawatirkan berbagai kalangan.
Malah saya menulis: “Hati-hati di Jalan, Sampaikan Aspirasi Kami” (Kompas.com, 11 April 2022).
Hati-hati di jalan ini saya maksudkan adanya pihak eksternal yang akan memanfaatkan kemurnian gerakan mahasiswa dengan cara mendompleng aksi untuk kepentingan mereka.
Ade Armando, saya dan sebagian besar akademisi lainnya padahal se-ide dan sepaham dengan gerakan mahasiswa di 11 April 2022, yakni menolak adanya wacana perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode dan tuntutan lain seperti pengendalian harga barang-barang kebutuhan pokok yang mahal dan langka.
Justru aneh jika kedatangan Ade Armando yang mendukung gerakan aksi unjuk rasa mahasiswa 11 April, justru diteror oleh pendompleng bahkan dianiaya tanpa nurani.
Aksi provokasi terhadap Ade yang mengetuai Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS) jelas terlihat dari postingan-postingan para penunggang demo mahasiswa di media sosial.
Mulai dari postingan soal keberadaan Ade Armando yang mantan wartawan Koran Republika itu, tindakan penganiayaan hingga pascaevakuasi Ade Armando oleh pihak kepolisian.
Terlihat ada tindakan yang sistematis dan tersruktur dari para begundal.
Tidak hanya terhadap Ade Armando, kebrutalan para begundal juga menjalar ke pembakaran pos polisi Pejompongan dan aksi kekerasan fisik terhadap petugas keamanan.
Penganiayaan fisik juga menimpa enam personel polisi lalu lintas di Jalan Tol Dalam Kota, Senayan, Jakarta Pusat.
Salah seorang anggota Ditlantas Polda Metro Jaya AKP Rudi Wira bahkan mengalami luka yang cukup serius (Kompas.com, 13/04/2022).
Pengeroyok AKP Rudi Wira teridentifikasi sebagai kelompok non mahasiswa seperti halnya pelaku barbar terhadap Ade Armando dan Rudi berhasil diselamatkan dari aksi brutal berkat pertolongan para mahasiswa peserta demo.
Pengerahan massa dari kalangan pelajar dari Bekasi dan Tangerang serta pensuplai logistik demo untuk pendompleng hendaknya bisa diusut tuntas oleh aparat.
Aktor intelektual (gadungan) yang mendompleng demo, penganiaya Ade dan personel keamanan, pembakar pos polisi Pejompongan dan pensuplai logistik tidak boleh didiamkan oleh aparat.
Aparat harus tegas menghukum para begundal keji yang mengotori ketulusan perjuangan adik-adik mahasiswa.
Mensikapi ekses negatif dari aksi demo 11 April 2022, justru menjadi tanda tanya ketika Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polkam) Mahfud MD malah mengapresiasi jalannya unjuk rasa berlangsung dengan aman dan damai (Liputan6.com, 12 April 2022).
Yang menjadi pertanyaan saya, sudah jelas-jelas kermurnian aksi demo 11 April terkotori dengan “kematian” toleransi dan pamer kebiadaban terhadap Ade Armando, personel kepolisian dan pembakaran pos polisi Pejompongan, mengapa dianggap Mahfud MD sebagai unjuk rasa berlangsung aman dan damai?
Narasi aman dan damai dalam pandangan saya tentunya berjalan tanpa ada benturan fisik yang mengenaskan dan mempertontonkan kebiadaban terhadap sosok pengajar senior di UI yang dikenal kritis.
Memang sejuk dan kondusif jika merujuk pernyataan Mahfud MD sebelum aksi demo 11 April dihelat yang berharap para personel keamanan diwanti-wanti tidak boleh melakukan kekerasan, tidak membawa peluru tajam juga jangan sampai terpancing oleh provokasi (Kompas.com, 09/04/2022).
Menafikan atau malah menihilkan kejadian barbar yang menimpa penyuara kekritisan bahkan terhadap personel keamanan sekalipun justru menjadi ujian besar bagi demokrasi di masa sekarang dan nanti.
Kejadian biadab yang menimpa Ade Armando menjadi ujian bagi bangsa ini untuk pemupukkan nilai-nilai toleransi atau malah pembiaran terhadap tindakan-tindakan intoleransi yang berbungkus keyakinan sesat.
Ada yang salah dan “korslet” di sebagian anak bangsa kita, yang begitu sempit pemikirannya dan tidak mengedepankan nilai-nilai keluhuran budi pekerti.
Pemahaman sepotong dari tayangan youtube dianggap sebagai kebenaran yang mutlak dan pemikiran sepenggal dari pengkhotbah “unyu-unyu” dinilai sebagai doktrin yang harus diikuti.
Sementara pemikiran-pemikiran besar dari Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf, mendiang Romo Mangun Wijaya, Habib Luthfi, mendiang Gus Dur, Habib Luthfi, Muhammad Quraish Shihab, Ustadz Dasad Latif, mendiang Nurcholish Madjid, misalnya, tidak dianggap.
Dua kali gelaran Pemilihan Presiden di 2014 dan 2019 memang hingga sekarang membuat kutubisasi menjadi tidak terelakkan.
Belum lagi gelaran Pilgub Jakarta 2017 segregasi pendukung demikian “ganasnya”.
Bumbu-bumbu indoktrinasi agama di balik kelindan pertarungan politik – di mana kekritisan Ade Armando terlibat intens di dalamnya – menjadi “kerikil” tumbuhnya penghargaan terhadap penyuara-penyuara kekritisan.
Sungguh miris, aksi begundal barbar justru dipertontokan di bulan penuh berkah, penuh rahmat dan penuh kebaikan.
Saya jadi terngiang-ngiang dengan lirik lagi “Bingung” yang dipopulerkan Iksan Skuter.
Kiri dikira komunis
Kanan dicap kapitalis
Keras dikatai fasis
Tengah dinilai tak ideologis
Muka klimis katanya necis
Jenggotan dikatai teroris
Bersurban dibilang kearab-araban
Bercelana lepis dibully kebarat-baratan
Diam dianggap fasis
Lantang katanya subversif
Bertani dianggap kuno
Jadi pegawai distempel mental ndog
Memilih jadi kere salah
Ingin kaya sangatlah susah
Belum berhasil dihina
Sukses jadi omongan tetangga
Makin hari makin susah saja
Menjadi manusia yang manusia sepertinya menjadi manusia
Adalah masalah buat manusia
Menjadi bintang ketinggian
Menjadi tanah kerendahan
Jadi matahari tak sanggup
Menjadi bulan terlalu redup
Gedung gedung ditinggikan
Akal sehat dihancurkan
Sekolah dimahalkan
Ilmu dibuang ke selokan
Tv-tv mengejar rating
Koran mengais berita tak penting kebenaran diiklankan
Dusta dusta dilambungkan
Guru setra sudah digelar
Dalangnya akan berkoar
Lakon sudah disiapkan
Korban korban pasti dibungkam
Makin hari makin susah saja
Menjadi manusia yang manusia sepertinya menjadi manusia
Adalah masalah buat manusia
Maling sandal dibakar
Koruptor berkelakar
Makin hari makin susah saja
Menjadi manusia yang manusia sepertinya menjadi manusia
Adalah masalah buat manusia
Makin hari makin susah saja
Menjadi manusia yang manusia sepertinya menjadi manusia
Adalah masalah buat manusia
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.