Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Nilai Pernyataan Bambang Wuryanto soal RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal Menghambat Upaya Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 11/04/2022, 06:29 WIB
Tatang Guritno,
Bagus Santosa

Tim Redaksi



JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pernyataan Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK) menghambat upaya pemberantasan korupsi.

Menurut Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha RUU mengatakan, RUU tersebut dimaksudkan untuk mencegah praktik korupsi dan pencucian uang.

“Sebab selama ini pelaku korupsi selalu berupaya menyembunyikan transaksi kejahatan dengan menggunakan pendekatan transaksi uang tunai,” tutur Eghi dalan keterangannya, Senin (11/4/2022).

Baca juga: Politikus PPP Nilai RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal Perlu Disosialisasikan Lebih Baik

Egi menyampaikan, berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari total 1.231 perkara tahun 2004 hingga 2021, sebanyak 791 di antaranya terkait dengan suap-menyuap.

“Maka dengan hadirnya RUU PTUK, praktek suap menyuap pejabat publik dengan pihak lain tidak akan mudah dilakukan,” sebutnya.

Menurut Egi, pernyataan Bambang dapat diartikan sebagai sikap pembenaran pada praktik politik uang.

Padahal politik uang adalah biang kerok yang menyebabkan pemilu berbiaya mahal dan melahirkan lingkaran korupsi.

“Alih-alih dengan kewenangan dan otoritasnya membangun sistem pemilu yang bersih dan berintegritas, melalui penguatan legislasi pemilu dan pilkada misalnya,” kata dia.

“Pernyataan politisi PDIP tersebut justru berpotensi mendorong langgengnya praktik korupsi pemilu,” tutur Egi.

Baca juga: RUU Pembatasan Uang Kartal Disebut Persulit Hidup Anggota DPR, Ini Kata PPATK

Ia menjelaskan, dari sisi legislasi, upaya pencegahan korupsi pemilu bisa ditempuh dengan dua langkah.

Pertama, memberikan sanksi lebih keras pada praktik politik uang, dan memperbaiki sistem penanganan praktik politik uang sehingga pelaku intelektualnya bisa diproses hukum.

Kedua, perbaikan sistem akuntabikitas pendanaan pemilu, seperti meningkatkan kualitas audit laporan dana kampanye.

“Selama ini dua hal itu merupakan celah terbesar dalam framework regulasi pemilu dan pilkada,” jelas Egi.

Terakhir, Egi menegaskan bahwa sikap Bambang menunjukan bahwa upaya pemberantasan korupsi masih terganjal kepentingan elit politik.

“Dapat dikatakan pintu untuk membangun pemerintahan yang bersih telah terkunci oleh kepentingan elit pejabat yang berkuasa,” kata dia.

Baca juga: PPATK Minta DPR Proses RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal

Diketahui Bambang secara terbuka menyampaikan pada Kepala Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana bahwa DPR keberatan membahas RUU PTUK.

Ia menyebut dalam pelaksanaan pemilu, para politikus masih membutuhkan uang transaksi uang kartal untuk mendukang suara, salah satunya dengan cara memberi sembako untuk calon pemilih.

Bambang menilai mayoritas pemilih di Indonesia masih mempertimbangkan uang dalam menentukan pilihannya.

“Saya pastikan yang kayak begini nanti DPR susah, sudah masuk prolegnas boleh, tapi nanti masuk prolegnasnya diletakin di bawah terus,” imbuhnya, Selasa (5/4/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com