Ridwan juga mengatakan, data biomassa dan sebaran yang digunakan saat ini sudah menggunakan data hidroakustik yang sudah berstandar Badan Pangan Dunia (FAO).
Baca juga: Dialog Blue Halo-S di Bali, Menteri Trenggono Paparkan Manfaat Penangkapan Terukur
“Kalau sekarang kan juga ada akustik dengan split sistem. Kalau dahulu namanya dual beam, sekarang split beam yang sudah bisa mengetahui jenis ikan,” ungkapnya.
Melalui Kepmen KP Nomor 19 Tahun 2022, penentuan JTB untuk masing-masing SDI berbeda dari tahun sebelumnya.
Jika kebijakan sebelumnya mengatur 20 persen dari estimasi potensi yang ada di setiap WPPNRI, kebijakan saat ini bergantung pada kondisi SDI yang dimaksud.
Jika kondisi SDI tersebut mengkhawatirkan untuk ditangkap, maka JTB-nya lebih dari 20 persen dari potensi yang ada.
“Ini kita lebih cermat ke arah kesehatan laut, bagaimana status ikan tersebut, apakah cukup mengkhawatirkan bila dieksploitasi secara berlebihan, sehingga tidak dipukul rata 20 persen,” terangnya.
Ridwan menegaskan, jika ikan tersebut memang rentang terhadap eksploitasi, biasanya nilai kehati-hatiannya lebih besar di atas 20 persen.
Dia menyadari, saat ini diperlukan data estimasi potensi sumber daya yang lebih spesifik berdasarkan jenis ikan. Sebab, data yang disajikan saat ini masih ada data ikan berdasarkan pengelompokan, seperti ikan pelagis besar, pelagis kecil, demersal, serta ikan karang.
Baca juga: Kementerian KP dan FAO Restocking Puluhan Ribu Ikan Endemik di Kampar
Di samping itu, jenis ikan yang masuk penghitungan juga harus diperbanyak.
“Ke depan akan diperkuat bagaimana supaya jenis komoditas ini bertambah jumlahnya. Saat ini masih ada yang memang per kelompok belum detail, seperti kepiting dan lobster. Ke depan kami akan kembangkan supaya lebih banyak berdasarkan komoditas,” tambahnya.
Terbitnya Kepmen KP Nomor 19 Tahun 2022 juga sekaligus untuk mendukung implementasi program terobosan Kementerian KP, yakni kebijakan penangkapan terukur.
Jumlah estimasi potensi dan JTB menjadi dasar bagi Kementerian KP menentukan jumlah kuota penangkapan yang akan diberikan kepada nelayan lokal, industri, dan nonkomersial.
Terkait kuota penangkapan tersebut, Ridwan memastikan bahwa nelayan lokal akan mendapatkan keutamaan.
Sementara itu, Dekan Fakultas Perikanan Universitas Padjajaran Yudi Nurul Ikhsan mengapresiasi pembaruan data estimasi potensi ikan di seluruh WPPNRI.
Terlebih, metodologi penghitungan dan instrumen yang dipakai Komnas Kajiskan sudah cukup baik.
Baca juga: Tingkatkan Konsumsi Ikan, Kementerian KP Adakan Pelatihan Diversifikasi Olahan Hasil Perikanan