Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politikus PPP Nilai RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal Perlu Disosialisasikan Lebih Baik

Kompas.com - 06/04/2022, 13:17 WIB
Ardito Ramadhan,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai, Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal (RUU PTUK) perlu disosialisasikan dengan lebih baik dan terbuka.

Hal itu disampaikan Arsul saat merespons pernyataan Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto, yang menyatakan DPR bakal keberatan dengan RUU PTUK karena menyulitkan kegiatan politik.

"PPP usulkan agar soal RUU Pembatasan Uang Kartal ini perlu dijelaskan dan disosialisasikan dengan lebih baik dan terbuka. Ini agar bisa dipahami dengan lebih baik dan juga semua pihak yang khawatir didengarkan concern mereka," kata Arsul saat dihubungi Kompas.com, Rabu (6/4/2022).

Baca juga: Blak-blakan Politisi PDI-P Tolak RUU Pembatasan Uang Kartal, Singgung Pentingnya Uang Kertas dalam Politik

Arsul menyatakan dapat memahami kekhawatiran yang disampaikan oleh Bambang karena hal itu memang sebuah realitas yang mesti dihadapi dalam sistem politik di Indonesia.

Menurut Arsul, kekhawatiran serupa tidak hanya dialami oleh mereka yang terlibat di dunnia politik, tetapi juga di sektor swasta misalnya pengembang proyek yang ingin melakukan pembebasan tanah.

"Jika pemangku kepentingan di rumpun eksekutif telah melakukannya maka jalan keluar antara concern di atas dengan kebutuhan untuk perangkat hukum dalam rangka pencegahan korupsi atau tata kelola transaksi keuangan yang lebih baik bisa dicapai," kata dia.

Wakil ketua umum PPP itu pun berpandangan, urgensi RUU PTUK dalam mencegah tindak pidana pencucian uang (TPPU) perlu dikaji lebih lanjut.

Ia mengatakan, ketentuan mengenai TPPU sudah diatur dalam undang-undang sendiri.

"Jadi mindset kita tidak bisa seolah-olah karena tidak ada suatu UU tertentu maka tidak bisa dilakukan tindakan antisipasi berdasar UU dan peraturan yang bisa dibuat di bawah UU itu," ujar Arsul.

Bambang secara blak-blakan mengatakan kepada Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, Selasa (5/4/2022), DPR akan keberatan membahas RUU TPUK. Bambang yang juga Sekretaris Fraksi PDI-P itu mengungkapkan, kehadiran RUU tersebut dapat menyulitkan kehidupan para anggota Dewan karena uang tunai masih diperlukan untuk kegiatan politik.

"Ini kenapa macet di sini, DPR keberatan, hampir pasti karena ini menyulitkan kehidupan kami. Kita ngomong jujur, Pak, mengenai politik mau dipakai ini (uang)," kata Bambang dalam rapat kerja dengan PPATK, Selasa.

Bambang mengakui, para politikus memerlukan transaksi uang kartal demi mendulang suara saat pemilihan umum digelar, salah satunya dengan memberi sembako kepada para calon pemilih.

Baca juga: RUU Pembatasan Uang Kartal Disebut Persulit Hidup Anggota DPR, Ini Kata PPATK

Pasalnya, menurut Bambang, mayoritas publik di Indonesia masih mempertimbangkan faktor uang dalam menentukan pilihan politiknya.

"Ini saya cerita sama dikau, yang namanya kompetisi cari suara pakai ini (uang) semua. Gue terang-terangan ini di lapangan, mana cerita, Anda minta (RUU) ini, besok kalau saya beli sembako bagaimana," kata Bambang.

Ivan lalu menjelaskan, transaksi uang kartal perlu dibatasi karena transaksi tunai menambah risiko TPPU di negara mana pun.

"Jadi ini bicaranya terkait dengan penegakan hukum, tindak pidana pencucian uang, bahkan pendanaan terorisme," kata Ivan.

Ia mengatakan, pembatasan transaksi uang kartal juga bukan berarti transaksi dibatasi sepenuhnya karena meski transaksi dibatasi hingga angka tertentu, sisa transaksinya dapat dilakukan melalui transfer perbankan.

"Bisa saja berapa pun jumlah transaksi yang dilakukan, hanya apabila itu terkait dengan uang kas, uang kasnya cukup Rp 100 juta yang bisa dilakukan, selebihnya menggunakan transfer perbankan dan segala macam," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com