Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Purnawirawan TNI Tersangka Kasus Paniai Belum Ditahan, Kejagung: Masih Kooperatif

Kompas.com - 02/04/2022, 08:38 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Purnawirawan TNI tersangka kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Paniai, Papua pada 2014, belum ditahan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, mengatakan, tersangka berinisial IS tidak ditahan karena bersikap kooperatif.

"Belum (ditahan), yang bersangkutan masih kooperatif setiap pemeriksaan," kata Ketut saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (2/4/2022).

Baca juga: Kejagung: Tersangka Kasus Pelanggaran Berat HAM di Paniai Seorang Purnawirawan TNI

Secara terpisah, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mengatakan, penyidik memiliki pertimbangan untuk tidak menahan IS.

Menurutnya, penyidik menilai IS tidak akan melarikan diri.

"Kepentingannya tidak ada, dia (IS) tidak melarikan diri, ya ini ya mungkin enggak (ditahan) lah," kata Febrie, di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Jumat (1/4/2022) malam.

Febrie belum menjelaskan lebih lanjut soal peran dan keterlibatan IS dalam perkara Paniai.

Ia hanya mengatakan, pada 2014, IS menjabat sebagai perwira penghubung di Komando Distrik Militer (Kodim) wilayah Paniai.

"(Tahun 2014 IS sebagai) Perwira penghubung di Kodim di Paniai," imbuhnya.

Adapun penetapan tersangka dilakukan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/A/Fh.1/04/2022 tanggal 01 April 2022 yang ditetapkan oleh Jaksa Agung RI selaku Penyidik

Sebelumnya, Ketut mengatakan, IS disangka Pasal 42 ayat (1) subsider Pasal 40, juncto Pasal 9 huruf a, juncto Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. 

Baca juga: Kejagung Tetapkan Satu Tersangka Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai

Menurut Ketut, hingga saat ini saksi yang sudah diperiksa sebanyak 50 orang yang terdiri dari unsur masyarakat sipil sebanyak tujuh orang, unsur Polri sebanyak 18 orang, dan TNI sebanyak 25 orang, serta ahli enam orang.

Ketut menjelaskan, penyidik telah berhasil mengumpulkan alat bukti sesuai Pasal 183 jucto184 KUHAP sehingga membuat terang adanya peristiwa pelanggaran HAM berat di Paniai pada 2014, berupa pembunuhan dan penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dan h jucto Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Ia mengungkapkan, peristiwa pelanggaran HAM berat terjadi karena tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara de yure dan/atau de facto berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya.

Kemudian, komandan militer tidak mencegah atau menghentikan perbuatan pasukannya dan juga tidak menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

"Akibat kejadian tersebut, mengakibatkan jatuhnya korban yakni empat orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka," kata Ketut.

Baca juga: Kejagung Periksa Dua Saksi Terkait Pelanggaran HAM Berat di Paniai

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Nasional
Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Nasional
Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com