Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Segera Proses Pemberhentian Terawan, IDI: Proses Panjang sejak 2013

Kompas.com - 31/03/2022, 16:51 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil rapat sidang khusus Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) merekomendasikan pemberhentian mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI.

Keputusan tersebut merupakan bagian dari rangkaian Muktamar ke-31 IDI di Kota Banda Aceh, Aceh, Jumat (25/3/2022) dan harus dilaksanakan dalam kurun waktu 28 hari.

Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI Beni Satria mengatakan, keputusan Muktamar tersebut akan segera dijalankan Pengurus Besar (PB) IDI yang baru.

Baca juga: MKEK Ungkap Alasan Pemberhentian Terawan dari IDI

"PB IDI sebagai unsur pimpinan tingkat pusat yang menjalani fungsi eksekutif organisasi berkewajiban menjalankan putusan muktamar. Dalam menjalankan putusan muktamar PB IDI diberi waktu untuk sinkronisasi hasil muktamar, baik pleno, komisi dan sidang khusus," kata Beni dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (31/3/2022).

Beni mengatakan, pemberhentian Terawan tersebut dilakukan dalam proses yang panjang sejak tahun 2013.

"Terkait putusan dokter Terawan, ini proses panjang sejak 2013 sesuai dengan laporan dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran," ujarnya.

Baca juga: Tanggapan Terawan soal Putusan MKEK yang Pecat Dirinya dari IDI

Sementara itu, Ketua PB IDI Adib Khumaidi mengatakan, pihaknya bertanggung jawab untuk menjalankan hasil putusan Muktamar IDI ke-31.

"Ini jadi upaya seluruh kita semua untuk kemudian bersama-sama menjaga etik dan menjalankan MKEK. Inilah yang jadi memperkuat kesolidan dan kekompakan kita jadikan IDI rumah bersama seluruh dokter Indonesia," kata Adib.

Alasan pemecatan

Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI Djoko Widyarto mengungkapkan alasan pemberhentian mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari anggota IDI.

Ia mengatakan, sudah ada proses panjang MKEK terkait pelanggaran etik yang dilakukan Terawan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

"Kalau kita mencermati UU praktek dokter UU 29 Tahun 2004, Pasal 50, di sana disebutkan bahwa profesionalisme dokter itu meliputi 3 komponen yaitu, pertama adalah skill, kedua knowledge. Yang terakhir yang kadang-kadang suka dilupakan adalah professional attitude," kata Djoko.

Djoko mengatakan, terkait pelanggaran etik yang dilakukan Terawan sebelumnya juga sudah diputuskan dalam sidang khusus MKEK di Samarinda tahun 2018 dengan pertimbangan yang cukup banyak.

Baca juga: Kontroversi Terawan dan Vaksin Nusantara yang Berujung Rekomendasi Pemecatan dari IDI

 

Kendati demikian, ia tak menyebutkan secara detail pelanggaran yang dilakukan Terawan.

"(Putusan soal Terawan) itu merupakan proses panjang karena di dalam Muktamar Samarinda 2018 juga ada satu keputusan bahwa kasus dokter Terawan kalau tidak ada indikasi dan iktikad baik mungkin kan diberikan pemberatan untuk hukumannya, untuk sanksinya," ujarnya.

Kontroversi cuci otak

Terawan sebelumnya sempat diberhentikan sementara dari IDI selama 12 bulan sejak 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019. Hal ini terkait metode cuci otak atau brain wash yang digunakannya sebagai terapi pada penderita stroke.

Dikutip dari Kompas.com, 4 April 2018, metode cuci otak yang digunakan Terawan dilakukan di RSPAS Gatot Subroto, memanfaatkan 2 lantai ruangan RS untuk menangani pasien stroke.

Ruangan yang bernama CVV (Cerebro Vascular Center) itu mampu menangani sekitar 35 pasien per hari dengan biaya paling murah Rp 30 juta per pasien.

Baca juga: Terawan Dipecat, IDI: Bisa Lakukan Pembelaan Diri

 

Terapi cuci otak yang dilakukan dokter Terawan Agus Putranto dilakukan menggunakan heparin untuk menghancurkan plak penyebab penyumbatan pembuluh darah.

Heparin tersebut dimasukkan melalui kateter yang dipasang di pangkal paha pasien menuju sumber kerusakan pembuluh darah yang menjadi penyebab stroke.

IDI sebut pelanggaran kode etik Sejumlah pasien Terawan mengatakan kondisi mereka membaik usai terapi tersebut.

Akan tetapi, menurut IDI, cara yang dilakukan Terawan melanggar kode etik. Hal ini karena keamanan praktek cuci otak masih dipertanyakan.

Pada 2018 lalu, Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI saat itu, Prio Sidipratomo mengatakan, bobot pelanggaran Terawan adalah berat atau pelanggaran etik serius.

Pada putusan sidang MKEK yang ditandatangani oleh lima majelis pemeriksa Kemahkamahan Etik MKEK 2018, pelanggaran kode etik yang dimaksud adalah:

  1. Mengiklankan diri secara berlebihan dengan klaim tindakan untuk pengobatan dan pencegahan
  2. Tidak kooperatif terhadap undangan Divisi Pembinaan MKEK PB IDI
  3. Perihal biaya besar atas tindakan yang belum ada bukti dan menjanjikan kesembuhan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com