JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli forensik Muhammad Zaenuri Syamsu Hidayat menyatakan, nyawa Handi Saputra kemungkinan masih bisa tertolong jika Kolonel Priyanto membawa ke rumah sakit.
Menurut Zaenuri, kemungkinan Handi selamat masih besar karena ketika peristiwa itu terjadi, ia hanya mengalami retak di bagian tulang kepala.
“(Kemungkinan selamat) besar, karena dia retak linear saja ya,” kata Zaenuri kepada awak media di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (31/3/2022).
Ia menjelaskan bahwa seseorang yang mengalami pendarahan otak memerlukan waktu lama sebelum meninggal.
Apalagi, Handi yang menjadi korban kecelakaan lalu lantas hanya mengalami luka berupa retakan di tulang kepala.
“Orang pendarahan di otak saja butuh waktu lama untuk proses meninggal, apalagi ini hanya patah linear saja,” jelas dia.
Baca juga: Kolonel Priyanto: Saya Orang Awam, Buang Handi dalam Keadaan Kaku, Dipikir Sudah Meninggal...
Dengan demikian, ia meyakini bahwa nyawa Handi bisa saja selamat apabila ketika itu itu dia dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
“Jadi dia kalau cepat dibawa rumah sakit bisa tertolong,” katanya.
Sebagai informasi, Handi bersama pasangannya Salsabila dibuang ke Sungai Serayu setelah mengalami kecelakaan lalu lintas di Nagreg, Bandung, Jawa Barat pada 8 Desember 2021.
Selang beberapa hari berikutnya, jasad keduanya ditemukan. Handi kemudian diotopsi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof Margono, Banyumas, Jawa Tengah, pada 13 Desember 2021, atau lima hari usai kejadian tabrakan.
Baca juga: Ahli Forensik: Handi Dibuang Kolonel Priyanto ke Sungai Serayu dalam Keadaan Hidup
Dalam kasus ini, Priyanto didakwa Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Bila mengacu pada pasal 340 KUHP yang dijadikan dakwaan primer, Priyanto terancam hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama rentang waktu tertentu, atau paling lama 20 tahun penjara.
Dalam perkara ini dua terdakwa lain yaitu Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko diadili secara terpisah.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.