Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Yusril dan La Nyalla Gugat "Presidential Threshold" ke MK: Nilai Diskriminatif hingga Halangi Hak "Nyapres"

Kompas.com - 30/03/2022, 07:04 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah elite politik mengajukan gugatan uji materi tentang ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kali ini, giliran pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD) RI dan Partai Bulan Bintang (PBB).

DPD RI diwakili oleh ketuanya, La Nyalla Mattalitti, dan tiga Wakil Ketua DPD, yakni Nono Sampono, Mahyudin, serta Sultan Bachtiar Najamudin.

Sementara itu, PBB diwakili oleh Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra dan Sekretaris Jenderal PBB Afriansyah Noor.

Dari berkas permohonan yang diunggah di laman resmi MK, tercatat permohonan tersebut diajukan pada 25 Maret 2022.

Baca juga: Presidential Threshold Digugat Lagi ke MK, Kini Giliran Yusril dan La Nyalla

Dalam permohonannya, La Nyalla, Yusril, dan lainnya meminta supaya Mahkamah menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan konstitusi.

"Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi petikan petitum pemohon.

Bukan sekali dua kali ini saja ketentuan tentang ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold digugat ke MK.

Banyak pihak yang berulang kali meminta supaya Majelis Hakim MK membatalkan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) itu.

Baca juga: Berkali-kali Diuji, Presidential Threshold Selalu Kandas di MK

Berkas permohonan gugatan La Nyalla dan Yusril menyebutkan, ketentuan tersebut telah digugat setidaknya sebanyak 19 kali.

Dari 19 perkara, hanya 3 yang pokok perkaranya dipertimbangkan dengan putusan ditolak. Sisanya, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.

Pasal 222 UU Pemilu sendiri berbunyi "Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya".

Lantas, apa alasan La Nyalla hingga Yusril kini mengajukan gugatan tentang ketentuan presidential threshold?

1. Halangi hak DPD

Menurut La Nyalla dan kawan-kawan, ketentuan tentang presidential threshold dalam UU Pemilu telah merugikan mereka. Ketentuan tersebut dinilai menghalangi hak para anggota DPD untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden.

Kehadiran presidential threshold dianggap hanya memberikan akses khusus kepada para elite politik yang memiliki kekuatan, tanpa menimbang dengan matang kualitas dan kapabilitas serta keahlian setiap individu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com