JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis sekaligus dosen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta Robertus Robet mengatakan, wacana perpanjangan masa jabatan presiden adalah gagasan yang berbahaya. Sebab, kata dia, jika wacana itu diloloskan maka sama saja membuat kondisi demokrasi Indonesia kembali mengalami kemunduran.
"Ide ini ide berbahaya. Ide, niat, kehendak untuk memperpanjang masa jabatan presiden dengan sendirinya adalah pikiran dan niat otoritarian, menarik lagi Indonesia ke belakang," kata Robet kepada Kompas.com, Minggu (27/3/2022).
Menurut Robet, pembatasan masa jabatan presiden adalah salah satu hal utama dari Undang-Undang Dasar 1945 dan amanat reformasi politik Indonesia. Dia mengatakan, pembatasan masa jabatan presiden menjadi penentu apakah konstitusi suatu negara mengandung azas demokrasi kedaulatan rakyat atau tidak.
Baca juga: AJI Desak Jokowi Tegas Sampaikan Penolakan Wacana Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan
"Ide perpanjangan masa jabatan presiden bukan hanya karena dia akan merusak proses konsolidasi demokrasi, lebih dari itu ia akan mendorong kembali terbukannya konflik dan ketegangan sosial baru di dalam masyarakat. Sekaligus mencampakkan reputasi Indonesia sebagai negara demokratis," ucap Robet.
Guna menghentikan wacana itu, menurut Robet seharusnya Presiden Joko Widodo menyatakan sikap ketaatan terhadap konstitusi dengan menegur dan meminta semua pendukungnya menghentikan ide dan mobilisasi perpanjangan masa jabatan ataupun ide 3 periode. Sebab, kata dia, sebagai kepala negara presiden mempunyai kewajiban untuk memelihara sistem ketatanegaraan demokratis.
"Demokrasi dan sistem pemilihan presisen langsung di Indonesia terbukti telah membawa kemajuan, sekalipun masih terdapat masalah di sana sini. Sistem yang baru terbentuk ini jangan sampai dirusak oleh ambisi satu dua elite," lanjut Robet.
Baca juga: Perpanjangan Masa Jabatan Dinilai Bisa Jadi Godaan Presiden Jokowi
Sampai saat ini sejumlah kelompok relawan masih menggaungkan untuk mendukung supaya Joko Widodo kembali memimpin pada 2024 mendatang. Padahal, dalam UUD 1945 sudah ditetapkan bahwa seorang presiden hanya boleh memimpin paling lama dua periode.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang mulanya mengomentari isu terkait perpanjangan masa jabatan presiden pada 2021 lalu.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar lantas mengusulkan gagasan tentang penundaan pemilu 2024. Tidak lama kemudian Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengusulkan hal yang sama.
Selain alasan pemulihan ekonomi, Muhaimin mengatakan banyak akun di media sosial setuju dengan usulannya agar pelaksanaan Pemilu 2024 ditunda.
Menurut klaim Muhaimin soal analisis big data perbincangan di media sosial, dari 100 juta subjek akun di medsos, 60 persen di antaranya mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.
Baca juga: Isu Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Wacana Rasa Orde Baru
Luhut beberapa waktu lalu juga mengatakan dia memiliki data aspirasi rakyat Indonesia yang ingin Pemilu 2024 ditunda. Menurut dia, masyarakat ingin kondisi sosial politik yang tenang serta perbaikan kondisi perekonomian nasional.
Luhut mengklaim terdapat big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai bagian dari koalisi pemerintah menyatakan mereka menolak wacana penundaan pemilu. Namun, mereka mendukung usulan perubahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode dengan alasan klaim bahwa rakyat masih menghendaki dan belum ada tokoh yang bisa menggantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memimpin.
Baca juga: Puluhan Akademisi Tolak Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Jokowi pernah menegaskan tidak pernah berniat ingin menjadi presiden tiga periode karena menyalahi konstitusi. Sebab, UUD 1945 mengatur, kekuasaan hanya bisa dipegang maksimal selama dua periode untuk orang yang sama.
"Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, 4 Maret 2022 lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.