Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Silvanus Alvin
Dosen

Silvanus Alvin adalah dosen di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan penulis buku Komunikasi Politik di Era Digital: dari Big Data, Influencer Relations & Kekuatan Selebriti, Hingga Politik Tawa.

Menyoal "E-voting"

Kompas.com - 28/03/2022, 06:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENTERI Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, mengusulkan agar pemungutan suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menerapkan sistem electronic voting atau e-voting. Menurut Johnny, sistem pemungutan suara Pemilu dengan e-voting sudah banyak dilakukan di beberapa negara. Hal tersebut disampaikan dalam siaran pers yang diterima wartawan pada Selasa 22 Maret 2022.

Dorongan untuk menggunakan e-voting didasari praktik di Estonia, India, dan beberapa negara di Uni Eropa yang sudah sukses melakukan pemilihan yang demokratis, jujur, dan adil.

Baca juga: Dukung Usulan E-Voting, Wakil Ketua Komisi II Dorong Pemerintah Revisi UU Pemilu

Ide untuk menerapkan e-voting sesungguhnya merupakan terobosan yang baik. Pelaksanaan e-voting tentunya dapat mengurangi penggunaan kertas sebagai medium untuk mencatat suara pemilih.

Selain itu, proses penghitungan perolehan suara dapat cepat selesai. Rakyat pun dapat dipermudah menggunakan hak politiknya karena bisa memilih dari mana saja selama terkoneksi internet, memiliki ponsel pintar, dan mengunduh aplikasi e-voting.

Sejumlah tantangan

Meski terdapat sejumlah keuntungan dari penerapan e-voting, pemerintah tidak boleh mengesampingkan beberapa risiko yang muncul. Setidaknya ada beberapa catatan penting sebagai berikut.

Pertama, kesiapan teknologi. Kesiapan teknologi di sini lebih menitikberatkan pada infrastrukturnya. Hal ini terbagi menjadi tiga poin besar yaitu akses internet, perangkat yang digunakan, dan aplikasi e-voting.

Terkait akses internet, patut dipertanyakan apakah akses internet di seluruh Indonesia sudah siap, bahkan di bagian paling timur Indonesia sekalipun. Salah satu Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asyari menyatakan, 40 persen kabupaten di Indonesia belum terkoneksi internet.

Sementara, terkait dengan perangkat, pemerintah perlu menjelaskan apakah para pemilih harus menyiapkan perangkat secara pribadi atau disediakan pemerintah. Apakah penerapan e-voting ini berarti menghilangkan keberadaan tempat pemungutan suara (TPS)?

Lebih lanjut, pemerintah perlu menjamin bahwa aplikasi e-voting ini betul-betul independen, sejak pertama kali proses pembuatannya. Oleh karena itu, perlu disampaikan pada publik, siapa yang membuat aplikasi e-voting ini, apakah pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, atau pihak ketiga?

Server dari aplikasi e-voting (bila terlaksana) wajib aman dari serangan-serangan digital. Jangan sampai ada hacker atau peretas yang bisa mengakses, mengubah hasil pemilu, dan mencoreng demokrasi Indonesia.

Tidak hanya itu, e-voting memiliki sifat yang kurang transparan. Publik perlu diyakinkan bahwa suara mereka tidak “menguap”, tetapi betul-betul terekam dengan baik.

Kedua, melek teknologi. Apabila secara infrastruktur sudah siap, maka selanjutnya berkaitan dengan kemampuan dari publik menggunakan perangkat. Dalam pemilu 2024 mendatang, terdapat empat generasi yang dapat menggunakan hak suaranya yakni baby boomers (diperkirakan berumur 61-80 tahun di 2024), gen-x (diperkirakan berumur 45-60 tahun di 2024), gen-millenials (diperkirakan berumur 29-40 tahun di 2024), dan gen-z.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate,  KOMPAS.COM/Yohanes Valdi Seriang GintaYohanes Valdi Seriang Ginta Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, KOMPAS.COM/Yohanes Valdi Seriang Ginta
Dari klasifikasi generasi di atas, bisa terlihat bahwa kalangan baby boomers dan gen-x masuk dalam kategori lanjut usia dan ada indikasi kurang melek teknologi. Pemerintah perlu memberikan edukasi dan perhatian khusus. Jangan sampai bagi kalangan yang usia lanjut atau kurang melek teknologi ini malah jadi celah untuk melaksanakan pemilu yang tidak jujur, adil, dan bersih.

Baca juga: Mungkinkah Pemilu 2024 Terapkan Sistem E-Voting?

Ketiga, soal data pemilih. Pemerintah perlu menjamin tidak ada lagi data pemilih siluman. Hampir tiap pemilu, hadir isu pemilu siluman. Umumnya disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah pemilih tetap antara yang dimiliki KPU dan Kementerian Dalam Negeri.

Keempat, aspek budaya. Pemerintah perlu jelas atas niat melakukan e-voting itu. Apakah e-voting berlaku untuk seluruh wilayah di Indonesia atau sebagian saja? Bila seluruh wilayah Indonesia, maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dengan aspek budaya dalam sistem pemilihan di Papua yang menggunakan sistem noken, yang mengedepankan musyawarah mufakat dalam memilih pemimpin?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com