Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Isi "Judicial Review" UU IKN: Pendapat Pakar Tak Dipertimbangkan, Pasal Bertentangan UUD

Kompas.com - 25/03/2022, 13:55 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim panel Mahkamah Konstitusi (MK) meminta para pemohon uji formil dan materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Ibu Kota Negara (IKN) memisahkan pengujian formil dan materiil tersebut yang saat ini dijadikan satu.

Judicial review UU IKN ini teregistrasi dengan nomor perkara 34/PUU-XX/2022, dilayangkan oleh Azyumardi Azra dan 20 pemohon lain.

Dikutip Harian KOMPAS, para pemohon meminta MK membatalkan UU IKN dan menyatakan pasal-pasal yang mengatur format otorita IKN bertentangan dengan konstitusi.

Uji formil

Di satu sisi, UU IKN dianggap tidak memenuhi kaidah yang baik dalam perumusannya alias cacat formil, sehingga para pemohon mengajukan uji formil atas beleid ini.

Pemohon mengutip putusan 91/PUU-XVIII/2020 yang mensyaratkan adanya partisipasi masyarakat secara bermakna (meaningful participation) dalam suatu pembentukan undang-undang.

Baca juga: Hakim MK Minta Uji Formil dan Materiil UU IKN Dipisah

Tiga prasyarat yang harus dipenuhi agar sebuah partisipasi disebut bermakna adalah hak untuk 1) didengarkan pendapatnya, 2) dipertimbangkan pendapatnya, dan 3) mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.

Pemohon mengakui bahwa pembentuk undang-undang telah meminta masukan dari berbagai pihak, baik pakar hukum tata negara, pakar hukum lingkungan dan tata kota, pakar pemerintahan, maupun lainnya terkait UU IKN.

Kuasa hukum pemohon Ibnu Sina menyampaikan, beberapa narasumber yang dihadirkan itu nyatanya mempersoalkan agar pembentukan UU IKN disusun secara tidak berburu-buru, perlu partisipasi publik khusus bagi yang terdampak, dan bahkan perlu studi kelayakan yang cukup.

Namun, pendapat narasumber tersebut hanya digunakan untuk memenuhi kriteria pemenuhan hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard).

Baca juga: Soal Rencana Pernikahan Adik Jokowi dengan Ketua MK di Solo, Gibran: Semoga Lancar

Sementara itu, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya dan mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapatnya tidak mampu dilakukan oleh pembentuk undang-undang.

Pemohon mencatat sedikitnya 9 pendapat ahli yang disebut tidak dipertimbangkan, di antaranya pendapat Ketua Forum Dewan Guru Besar Indonesia Arief Anshory Yusuf yang disampaikan 12 Desember 2021.

”Naskah akademik (RUU IKN) bisa jauh lebih kredibel jika lebih banyak referensinya dan mengacu pada studi-studi ilmiah kredibel (peer-reviewed journals). Terutama dampaknya terhadap tujuan pemerataan pembangunan (atau lainnya). Perlu lebih jelas, pemerataan pembangunan apa yang ingin dicapai. Vertikal? Antar-regional? Perlu analisis mendalam tentang potensi peningkatan pemerataan tersebut. Saat ini masih lemah,” kata Arief.

Baca juga: Gerakan Masyarakat Sipil Berencana Ajukan Judicial Review UU IKN

Ada pula pendapat Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Satya Arinanto yang disampaikan pada 11 Desember 2021

”Terkesan adanya semacam disparitas antara substansi naskah akademik (NA) dan RUU. Misalnya, dalam NA ada peninjauan historis sehingga bisa didapatkan potret permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh Jakarta yang selama ini menjalankan fungsi ganda, yaitu sebagai daerah otonom provinsi dan sebagai ibu kota negara, di mana hal ini antara lain bersumber pada kebiasaan dalam sejarah kolonialisme di Nusantara. Namun, dalam naskah RUU belum ditemukan suatu penegasan bagaimana cara mengatasi permasalahan tersebut,” ujar Satya.

Uji materiil

Dalam hal permohonan uji materiil, para pemohon mempersoalkan Pasal 1 Ayat (2) UU IKN yang mengatur bahwa IKN adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi.

Namun, Pasal 4 UU IKN mengatur bahwa otorita IKN sebagai lembaga setingkat kementerian.

Pasal 5 Ayat (4) mengatur kepala otorita IKN berkedudukan setingkat menteri, ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.

Baca juga: Warga dari Tangerang dan Dumai Gugat UU IKN ke Mahkamah Konstitusi

Menurut Ibnu Sina, format demikian bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan provinsi dibagi atas kabupaten/kota. Sementara itu, UU IKN menyebut Nusantara sebagai satuan pemerintah daerah khusus yang setingkat provinsi.

”Adanya frasa setingkat provinsi menunjukkan bahwa format ibu kota negara menurut UU IKN bukan provinsi,” katanya.

Ia juga mempertanyakan otorita IKN yang dinyatakan sebagai lembaga setingkat kementerian.

”Hal ini bertentangan dengan nomenklatur jabatan kepala daerah menurut Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 yang menggunakan nomenklatur jabatan gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota yang dipilih secara demokratis. Maka dengan demikian, apakah ibu kota Nusantara adalah satuan pemerintah daerah atau satuan pemerintah pusat?” tanya Ibnu Sina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com