Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra Undangan Indonesia untuk Putin di KTT G20 di Tengah Invasi Ukraina

Kompas.com - 25/03/2022, 07:43 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin di KTT G20 akhir tahun ini di Indonesia menimbulkan pro dan kontra.

Putin dikabarkan akan menghadiri agenda besar KTT G20, meski Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutu menentangnya.

Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva mengonfirmasi, tuan rumah G20 Jakarta telah mengundang Putin ke KTT kepala negara pada November 2022 di Bali.

Baca juga: AS Minta Rusia Dikeluarkan dari G20, Anggota DPR: Indonesia Presidensi, Bukan Event Organizer

"Tergantung banyak hal, termasuk situasi Covid yang semakin membaik. Tapi, sejauh ini ya niatnya datang," katanya kepada wartawan, Rabu (23/3/2022).

Sementara itu, AS dan negara-negara sekutunya mempertimbangkan untuk mengeluarkan Rusia dari keanggotaan forum Internasional tersebut.

Australia protes

Perdana Menteri Australia Scott Morrison prihatin terhadap rencana Putin untuk menghadiri KTT G20 di Indonesia tahun ini.

"Gagasan untuk duduk satu meja dengan Vladimir Putin, yang Amerika Serikat (saja) sudah dalam posisi menyerukan tentang kejahatan perang di Ukraina, bagi saya adalah langkah yang terlalu jauh," kata Morrison saat konferensi pers, dilansir Reuters (24/3/2022).

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina, KTT G20, dan Ujian Diplomasi Indonesia

Seperti diketahui, AS telah memimpin penerapan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Rusia.

Ketegangan pun meningkat antara kedua negara, mencapai tingkat yang tidak terlihat sejak Perang Dingin.

Sikap Indonesia

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menegaskan, Indonesia selaku ketua presidensi G20 mengundang seluruh anggota, termasuk Rusia.

"Sebagai presidensi dan sesuai dengan presidensi-presidensi sebelumnya adalah untuk mengundang semua anggota G20, dan bahwa diplomasi Indonesia selalu didasarkan pada prinsip-prinsip based on principal," kata Duta Besar RI sekaligus Stafsus Program Prioritas Kemlu dan Co-Sherpa G20 Indonesia, Triansyah Djani, dalam konferensi pers secara virtual, Kamis.

Presiden Joko Widodo (kedua) menerima keketuaan atau Presidensi KTT G20 dari Perdana Menteri Italia Mario Draghi (kanan) pada sesi penutupan KTT G20 di Roma, Italia, Minggu (31/10/2021). Presidensi KTT G20 ini merupakan yang pertama bagi Indonesia dan akan dimulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. ANTARA FOTO/Biro Pers Media Kepresidenan/Laliy Rachev/Handout/wsj.ANTARA FOTO/LAILY RACHEV Presiden Joko Widodo (kedua) menerima keketuaan atau Presidensi KTT G20 dari Perdana Menteri Italia Mario Draghi (kanan) pada sesi penutupan KTT G20 di Roma, Italia, Minggu (31/10/2021). Presidensi KTT G20 ini merupakan yang pertama bagi Indonesia dan akan dimulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. ANTARA FOTO/Biro Pers Media Kepresidenan/Laliy Rachev/Handout/wsj.

Triansyah mengatakan, sikap Indonesia di berbagai forum atau organsiasi internasional selalu berpegang pada aturan presidensi.

Hal yang sama, kata dia, juga berlaku dalam pelaksanaan KTT G20 di Bali.

"Oleh karena itu, memang kewajiban Presidensi G20 untuk mengudang semua anggotanya," ujar dia.

RI tak bisa langsung keluarkan Rusia

Di sisi lain, Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon menilai, Indonesia tidak bisa serta merta bersikap atas permintaan negara Barat agar Rusia keluar dari G20.

Menurutnya, langkah tersebut tidak tepat dilakukan dalam hal diplomasi internasional.

Baca juga: Serangan Balik 9 Ormas terhadap Luhut Setelah Haris Azhar-Fatia Jadi Tersangka...

"Kita harus berada di posisi yang berjarak sama antara kepemimpinan barat dan kepemimpinan Rusia," kata Effendi ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis.

Sebaliknya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai perlu memanfaatkan posisi Indonesia yang memegang Presidensi G20 untuk mengatasi konflik di Eropa Timur itu.

"Nah kalau beliau tidak memanfaatkan, beliau hanya sebagai event organizer dong. Masa setingkat event organizer kita? (Hanya) sukses di penyelenggaraan," ujarnya.

Juru damai konflik

Di sisi lain, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, Indonesia harus menyukseskan agenda KTT G20 dan memastikan seluruh kepala pemerintahan dan kepala negara hadir.

Ia mengatakan, Indonesia juga bisa turun menjadi juru damai atas konflik di Ukraina.

Baca juga: Syarat Mudik Lebaran 2022 untuk Warga yang Sudah ataupun Belum Divaksin Booster

"Kemenlu harus turun menjadi juru damai atas konflik yang terjadi di Ukraina dan saat ini meluas antara AS dengan sekutunya dan Rusia," kata Hikmahanto saat dihubungi Kompas.com, Kamis.

Menurut dia, pemerintah bisa meminta perwakilan Indonesia di AS dan negara-negara sekutu untuk mengidentifikasi apa yang diminta terhadap Rusia.

Hal serupa, kata dia, juga harus dilakukan perwakilan Indonesia di Rusia.

"Selanjutnya Menlu berdasarkan masukan dari perwakilan Indonesia merumuskan solusi yang tepat untuk ditawarkan baik ke AS dan sekutunya dan ke Rusia," ujarnya.

Selanjutnya, ia mengatakan, Menteri Luar Negeri dapat melakukan shuttle diplomacy atau diplomasi ulang alik untuk membicarakan solusi yang ditawarkan pemerintah Indonesia.

"Langkah terakhir, bila diperlukan Menlu dapat meminta Presiden untuk melakukan pembicaraan langsung dengan Presiden Putin dan Presiden Joe Biden agar konflik segera diakhiri demi kemanusiaan dan keselamatan serta perekonomian dunia," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com