JAKARTA, KOMPAS.com- Setelah sempat tertunda beberapa waktu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah akhirnya memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) pada Kamis (24/3/2022).
Badan Legislasi (Baleg) DPR pun menargetkan, RUU yang sudah terombang-ambing selama enam tahun tersebut dapat disahkan sebelum DPR memasuki masa reses pada 15 April 2022 mendatang.
"Saya ingin menyampaikan bahwa mudah-mudahan rancangan undang-undang ini sebelum masa reses ini sudah bisa kita sahkan," kata Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas dalam rapat kerja dengan pemerintah, Kamis.
Supratman menuturkan, dalam jadwal yang disusun oleh Baleg, rapat panitia kerja pembahasan RUU TPKS akan dimulai pada Senin (28/3/2022).
Baca juga: Baleg Harap RUU TPKS Disahkan Sebelum 15 April 2022
Sementara, rapat kerja Baleg untuk mengambil keputusan tingkat pertama dijadwalkan jatuh pada 5 April 2022.
"Jadi 5 April undang-undang ini di Badan Legislasi sudah kita harapkan bisa selesai ya mudah-mudahan ada," ujar Supratman.
Politikus Partai Gerindra itu pun menjelaskan, pembahasan RUU TPKS sempat terkatung-katung karena DPR harus mematuhi peraturan pembentukan peraturan perundang-undangan yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 agar RUU ini tidak dinyatakan cacat formil.
"Saya berharap mudah-mudahan dengan rapat kerja ini merupakan jawaban terkait dengan atensi publik yang begitu besar terhadap kelahiran RUU TPKS," kata Supratman.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengaku siap untuk menyelesaikan RUU TPKS sebelum 15 April 2022 sebagaimana ditargetkan oleh Baleg.
Baca juga: DPR Targetkan RUU TPKS Disahkan Sebelum Reses, Menteri PPPA: Pemerintah Sangat Siap
Bintang meyakini, RUU TPKS dapat rampung dalam waktu cepat selama ada komitmen bersama antara DPR dan pemerintah untuk menuntaskan RUU tersebut.
Menurut dia, untuk membahas RUU yang bersifat mendesak, bisa saja DPR dan pemerintah menggelar rapat maraton agar RUU tersebut dapat segera disahkan.
"Selama ini dalam pembahasan rancangan undang-undang kalau ini memang sudah kemendesakan, dibutuhkan, biasanya dilaksanakan maraton. Pagi-siang-malam itu kita lakukan pembahasan," ujar Bintang.
Dalam rapat kerja kemarin, Bintang selaku perwakilan pemerintah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS kepada Baleg DPR.
Bintang menuturkan, dalam DIM tersebut, pemerintah menitikberatkan perlindungan korban kekerasan seksual dan pemenuhan hak-haknya secara cepat, tepat, dan komprehensif.
Baca juga: Serahkan DIM RUU TPKS, Menteri PPPA: Pemerintah Titik Beratkan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Korban
"Pemerintah melalui DIM menitikberatkan kepada upaya memberikan kepentingan yang terbaik bagi korban untuk mendapatakan perlindungan dan pemenuhan atas hak-haknya secara cepat, tepat, dan komprehensif sesuai dengan kebutuhannya," kata Bintang.
Bintang menyampaikan ada sejumlah materi yang tertuang dalam DIM pemerintah, misalnya penyelenggaraan layanan terpadu melalui mekanisme one stop service yang pelaksanaannya diperkuat di tingkat pusat dan daerah.
DIM pemerintah, kata Bintang, akan memperkuat mekanisme koordinasi antar pemerintah dalam hal pencegahan, penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban kekerasan seksual.
Selain itu, DIM pemerintah juga menekankan penguatan kapasitas penyedia layanan dan aparat penegak hukum agar memastikan layanan dan pendampingan korban memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan sensitivitas gender.
Pemerintah pun memperkuat usulan DPR dalam hal penegakan hukum dengan mempermudah penyidikan, perluasan alat bukti, perlindungan korban, serta pelaksanaan putusan.
Baca juga: DPR dan Pemerintah Mulai Pembahasan RUU TPKS
"Demikian juga diatur pemberatan hukuman dan hukuman tambahan bagi pelaku," kata Bintang.
Ia memastikan, materi muatan yang diatur dalam DIM tidak tumpang tindah dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena telah melalui proses harmonisasi.
Adapun RUU TPKS yang disusun oleh DPR terdiri dari 12 bab dan 73 pasal yang meliputi pencegahan segala bentuk kekerasan seksual, hukum acara yang berpihak pada korban, penanganan, perlindungan, pemulihan korban, penindakan dan rehabilitasi pelaku, dan upaya mewujudkan lingkungan bebas kekerasan seksual.
Wakil Ketua Baleg DPR Abdul Wahid menyatakan, RUU TPKS dinantikan oleh masyarakat sebagai wujud keberpihakan negara terhadap korban kekerasan seksual.
Baca juga: RUU TPKS Disebut Wujud Keberpihakan Negara terhadap Korban Kekerasan Seksual, Ini Muatan Materinya
Wahid menyebutkan, RUU TPKS juga hadir untuk mengatasi kesulitan masyarakat dalam memperoleh keadilan hukum dengan perundang-undangan yang sudah ada.
Sebab, peraturan perundang-undangan yang ada belum berbentuk undang-undang yang bersifat khusus dan belum berpihak pada korban kekerasan seksual.
"Sehubungan dengan itu, DPR sangat menaruh perhatian sehingga berinisiatif menyusun RUU TPKS ini," kata Wahid.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.